Ciganjur, jurnal9.tv -Musyawarah Besar Warga NU yang digelar di kediaman Gus Dur Ciganjur, Jakarta Selatan menyampaikan seruan moral atas dinamika yang terjadi di PBNU dan persoalan kebangsaan lainnya.
Sebagai jam ‘iyyah diniyyah ijtima ‘iyyah, NU mengemban amanah besar untuk menjaga Islam yang menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah, menghadirkan kemaslahatan umat, memajukan bangsa, melestarikan alam, serta memuliakan martabat manusia.
“Dinamika PBNU akhir-akhir ini telah mengalihkan energi NU dari khidmah utamanya, yakni pemberdayaan umat, pendidikan, layanan sosial, penegakan keadilan, penguatan Aswaja anNahdliyah, gerakan keluarga maslahat, kemandirian organisasi, transformasi digital, pengembangan SDM unggul, serta konsolidasi nasional melalui Munas dan Konbes,” kata Ketua Komisi Rekomendasi, Marzuki Wahid membacakan seruan moral di Ciganjur, Jaksel pada Minggu (21/12/2025).
Oleh karena itu, Mubes Ciganjur menyampaikan seruan moral sebagai berikut:
1. Kami mendukung para masyâyikh dan syaikhât, baik dalam jajaran Mustasyar PBNU maupun di Pesantren, khususnya Hasil Musyawarh Kubro Alim Ulama dan Sesepuh NU di Lirboyo atas resolusi konflik, pemulihan keteduhan organisasi, dan pengembalian NU kepada jamaah demi kemaslahatan bangsa dan kelestarian alam.
Selain mendukung penuh, kami juga meminta pihak-pihak yang berkonflik untuk sam’an wa tha’atan demi
menyelamatkan masa depan NU.
2. Berdasar pada kaidah dar’ul mafâsidi muqaddamun ‘alâ jalbil mashâlihi, demi mencegah polarisasi berkepanjangan, menghindari persengketaan di meja hukum, dan memastikan NU memiliki kepemimpinan yang stabil serta disepakati bersama kami menyeru untuk mempercepat pelaksanaan Muktamar ke-35 NU.
Agar memiliki kekuatan hukum yang kuat dan legal, Muktamar ke-35 diselenggarakan dan disahkan oleh Rais Aam dan Ketua Umum mandataris Muktamar ke-34 Lampung, dan dilaksanakan oleh Panitia Muktamar yang direkomendasikan oleh Mustasyar PBNU. Apabila Muktamar yang dipercepat tidak tercapai, maka diselenggarakan Muktamar Luar Biasa (MLB) sesuai dengan peraturan dalam AD/ART. Semua hal yang selama ini dipersoalkan dibahas dan diselesaikan di dalam Muktamar mendatang, sehingga akuntabilitas dan transparansi dapat diwujudkan secara jujur.
3. Demi kemaslahatan jam’iyyah NU di masa mendatang dan membuka jalan lahirnya kepemimpinan baru yang mampu menjembatani perbedaan dan memulihkan keutuhan jam’iyyah, kami menyeru Muktamirin untuk tidak memilih pihak-pihak yang terlibat dalam konflik yang terjadi, dan mendorong munculnya pimpinan yang berintegritas dan berakhlak karimah, mengabdikan keseluruhan waktunya untuk NU, dan tidak memiliki konflik kepentingan (conflict of interest) dengan institusi lain, baik kepentingan ekonomi/bisnis, politik, sosial, maupun institusi keagamaan lain.
4. Jabatan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU hendaknya ditetapkan dan dikembalikan pada mekanisme kearifan para masyâyikh dan syaikhât secara partisipatoris dan berjenjang dari struktur paling bawah, bersih dari politik uang dan intervensi pihak luar, serta mengutamakan pendekatan spiritual, musyawarah untuk mufakat, dan adab Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyyah.
5. Dalam sejarahnya, NU telah terbukti mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan caranya sendiri secara independen. Oleh karena itu, kami menyeru semua pihak untuk menjaga agar tidak terjadi intervensi dari pihak-pihak manapun di luar NU, baik institusi negara maupun non-negara.
6. Program NU ke depan harus menegaskan kembali independensi jam’iyyah, berpijak pada kekuatan jamaah, berprinsip mabâdi’ khaira ummah, tidak merusak alam (fiqh al-bi’ah), dan berorientasi pada kemaslahatan umat, kemajuan bangsa, serta martabat manusia.
NU harus menjadi ruang khidmah terbuka yang memberdayakan SDM unggul warga NU tanpa terkecuali dalam mewujudkan program.
7. Untuk menjaga marwah dan independensi Nahdlatul Ulama serta menghindari mafsadat, konsesi tambang yang diberikan kepada NU agar dikembalikan kepada negara.
Sikap ini sejalan dengan hasil Muktamar ke-33 di Jombang pada tahun 2015 yang menegaskan keharaman praktik pertambangan yang merusak lingkungan dan mengancam kemaslahatan masyarakat.
8. Sebagai khidmah NU bagi bangsa, NU perlu segera merespons berbagai situasi kebangsaan dan kerakyatan, dengan keberpihakan tegas kepada mustadl’afin. Untuk itu, PBNU perlu mendesak pemerintah untuk menetapkan status bencana ekologi nasional di Sumatera.
PBNU juga perlu menuntut pembebasan tahanan politik prahara Agustus 2025 dan masalah-masalah kerakyatan lainnya sebagai pemenuhan hak bersuara dan berpendapat, peneguhan kedaulatan rakyat, penegakan demokrasi, dan penghormatan hak asasi manusia.
9. Kami mengajak seluruh warga NU, PWNU, PCNU, MWCNU, hingga Ranting NU untuk tidak larut dalam ketegangan elite, senantiasa menjaga ukhuwwah nahdliyyah, merawat kesantunan, serta terus menjalankan khidmah masing-masing. Ketenteraman akar rumput adalah benteng keutuhan NU serta fondasi peradaban rahmatan lil ‘alamin, keadilan sosial, dan jihad lingkungan (fiqh al-bi’ah).
Mubes yang mengusung tema “Mengembalikan NU kepada Jamaah untuk Kemaslahatan Bangsa dan Kelestarian Alam” ini dirancang sebagai wadah bagi Nahdliyin yang merasa perlu bicara jujur tentang kondisi organisasi mereka saat ini. Steering Committee (SC) Mubes Warga NU 2025, Achmad Munjid, menegaskan bahwa forum ini adalah ruang terbuka bagi aspirasi murni dari bawah.
“Forum ini disiapkan sebagai ruang aspirasi Nahdliyin untuk menyampaikan keprihatinan, gagasan, ide, maupun curahan hati terkait masa depan NU. Tapi forum ini bukan forum dukung-dukungan, bukan kubu-kubuan, bukan juga untuk menghakimi siapa yang salah dan siapa yang benar di tengah konflik yang terjadi sekarang. Kita tak ingin memperkeruh suasana yang sudah runyam,” tegas Munjid.
Kegiatan ini diikuti ratusan peserta dari warga NU Warga NU dari berbagai kalangan: agamawan, intelektual, aktivis, santri, petani, buruh, nelayan, budayawan, pengusaha, kaum muda, dan tokoh Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng K.H Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), dr Umar Wahid, Inayah Wahid. Lukman Hakim Saifuddin, Abdul A’la. (*)




