HUKUM  

Darurat Korupsi Duit Negara, Pendanaan Partai Politik Mendesak Ditata Ulang!

Surabaya, jurnal9.tv -Awal mula terjadinya korupsi diyakni terjadi dari sistem kepartaian dan siatem pemilu yang tidak tertata dan luput dari pengawasan publik. Karena itu, pencegahan korupsi tidak cukup hanya dilakukan pada hilirnya, yakni penggunaan dana APBD dan APBN tetapi mendesak ditata ulang sejak dari pusat getaran atau episentrum korupsi, yakni di level kontestasi rekrutmen pejabat negara melalui pemilihan presiden dan kepala daerah yang diusung partai politik.

Demikian disampaikan akademisi dan praktisi Hukum, Dr. Hufron, S.H., M.H., menanggapi ide pencegahan korupsi dilakukan mulai dari sistem pemilu dan kepartaian. Aspiriasi itu disampaikan Rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Dr. Safi, SH, MH, saat diskusi Akademisi dan Media dengan Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, Kamis (13/6) di Kantor Gubernur Jawa Timur.

Sebagai pakar hukum dan politik tata negara, Hufron mengamini pendapat salah satu episentrum korupsi di Indonesia bermula daei sistem pemilu yang transaksional dan minimnya pendanaan kepartaian. Hufron menyebut sistem pemilu yang transaksional dan minimnya pendanaan, membuat pejabat politik juga merangkap sebagai pejabat di pemerintahan.

Huforn merinci, jabatan ganda seseorang di partai politik dan struktur pemerintahan dan keanggotaan parlemen, menjadikan dia diberi penugasan oleh partainya untuk menggalang dana yang sumbernya dari APB atau APBN. “Jadi misalnya seorang bendahara partai ditugaskan mencari pe danaan partai dengan memanfaatjan jabatannya di badan anggara DPR RI atau Ketua Fraksi atau ketua komisi,” rincinya.

Penugasan tersebut, masih menurut Doktor Hukum Tata Negara lulusan Pasca Sarjan Universitas Brawijaya ini, ujung-ujungnya bertujuan menggalang dana-dana secara ilegal. Karena itu, Hufron sistem pemilu di Indonesia, baik Pilpres maupun Pilkada direview dan ditata ulang. Karena mencari dana partai dari anggaran negara secara tidak legal adalah sumber dari korupsi terjadi.

“Menurut saya, perlu di review ulang, dipikirkan bagaimana sumber dana partai itu diperoleh, tidak saja dari iuran anggota atau pengurus Partai juga dianggarkan melalui APBN dan APBD,” paparnya.

Namun Hufron mensyaratkan kebijakan dana APBN dan APBD untuk partai politik itu, harus dibarengi pengawasan dan tata kelola keuangan partai yang akuntabel, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan dari BPK dan KPK perlu diperkuat untuk memastikan hal ini.

“Yang paling penting adalah KPK harus dikembalikan pada kondisi yang lebih independen sehingga memiliki apa kemerdekaan untuk apa namanya melakukan penyelidikan dan penyidikan ke apa namanya sumbu-sungguh episode korupsi di Indonesia terutama di parlemen kemudian di jabatan-jabatan partai politik,” tegasnya

Dengan langkah-langkah tersebut, Hufron yakin bahwa celah korupsi dalam sistem pemilu dan pendanaan partai dapat ditutup, dan Indonesia dapat menuju sistem politik yang lebih bersih dan transparan. (*)