Demokrasi Kaum Muda, Perlukah Indonesia Belajar dari Thailand?

Surabaya, Jurnal9.tv – Pembahasan tahun politik 2024 selalu menarik untuk didiskusikan. Salah satunya adalah terkait peran pemuda dalam menentukan arah politik di Indonesia. Maka dari itu, “Demokrasi Kaum Muda, Belajar dari Thailand” dibahas dalam dialog Jurnal9 Pagi Akhir Pekan yang ditayangkan di Tv9 Nusantara.

Berkaitan dengan tema, maka perlu diketahui bahwa di Thailand sendiri baru saja selesai melaksanakan pemilihan dengan hasil yang di luar dugaan. Partai-partai oposisi yang dimotori anak muda secara mengejutkan mampu mengalahkan kedigdayaan partai militer yang selama ini selalu menjadi pemenang.

Baijuri,  Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mengatakan, politik adalah sebuah seni untuk mengekspresikan, mengeluarkan berbagai ide dan gagasan bahwa peranan anak muda dalam proses mengawal demokrasi itu pada wilayah transformasi demokrasi politik.

Dalam kontestasi pemilu 2024 mendatang, generasi milenial sangatlah dibutuhkan. Para pemuda dapat ikut andil berpartisipasi dengan menyampaikan harapan besarnya, menjadi salah satu bagian aktif dalam media sosial untuk mobilisasi opini publik, membangun gerakan sosial, mengawasi segala bentuk isu-isu politik yang tersebar di media sosial maupun masysrakat dan melakukan suatu gerakan pengawasan  baik dari institusi pemerintahan datupun non pemerintahan. Segala bentuk kegiatan itu dapat dilakukan oleh para pemuda sebagai bentuk sikap kritis dan aktif dalam mengarungi politik yang akan dihadapi di tahun 2024.

Sementara itu, Hasanuddin Ali,  CEO Alvara research center mengatakan, “Indonesia dalam konteks negara demokrasi di ASEAN itu adalah salah satu contoh dan pionir dalam demokrasi”. Hasanuddin Ali menceritakan bahwa negara-negara lain di ASEAN seperti Malaysia, Brunei, dan sebagainya masih tertinggal dalam hal demokrasi dari Indonesia.

Menurutnya yang menjadikan anak muda di Indonesia saat ini kurang tertarik masuk ke politik tidak terlepas dari reformasi tahun `98. Pada waktu itu meskipun pemuda berhasil membuat reformasi, namun suara mereka tidak terkonsolidasi dalam satu kekuatan politik. Sebagian besar pemuda pada waktu itu memilih untuk tetap pada jalur non politik.

Terkait hal ini, Surokim, pengamat politik sekaligus wakil rektor Universitas Trunojoyo Madura mengatakan bahwa isu kebaharuan dan perubahan dalam politik merupakan hal yang selalu terjadi. Menurutnya anak muda di Indonesia hendaknya berusaha untuk menjemput bola dalam mengambil perannya di dalam politik.

Pada dialog ini, Hasanuddin Ali juga memaparkan hasil survei yang dilakukan Alvara research center. Hasil survei tersebut menemukan bahwa ada perbedaan tingkat kepedulian politik antara generasi melenial dan gen Z. Gen Z menunjukan kepedulian yang lebih tinggi terhadap isu-isu dan berita tentang politik. Hal ini tentunya menjadi berita baik terhadap perkembangan pilitik di Indonesia. Ia malah mengkritisi para kontestan politik di Indonesia yang kurang melibatkan anak muda dalam hal ide dan gagasan.

Surokim juga melihat hal yang sama sebagaimana dikritisi oleh Hasanuddin Ali. Ia mengungkapkan alasan partai politik kurang serius dalam hal mengurus generasi muda tidak terlepas dari karakteristik mereka yang mudah untuk berpindah dukungan. Padahal, menurut Surokim, dengan mengurus anak muda seperti mendengarkan ekspektasi dan preferensi mereka akan menjadi investasi yang luar biasa di masa depan.

Surokim juga memaparkan, berdasarkan hasil survei, bahwa isu yang diinginkan oleh anak muda sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan. Ia mengatakan, “Agenda strategis nasional yang mendasar ya seperti ketenagakerjaan, mendapatkan pekerjaan yang layak, mendapatkan pendidikan yang maksimal, isu-isu seperti itu di kalangan generasi muda khususnya milenial dan gen Z cukup mendapat respon”.

Dengan ikut andilnya para pemuda dalam dunia politik, maka ada kemungkinan dan peluang besar yang dimiliki oleh pemuda untuk mempersiapkan diri dan mengupdgrade kapasitas untuk menjadi pemimpin. Hal itu bisa saja terjadi. Namun apabila memang ingin menjadi pemimpin maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemuda. Penempatan posisi pada ruang strategis atau isu-isu pemilu yang akan datang perlu dipahami dan perlu disuarakan kebenarannya.

“Tinggal bagaimana teman-teman generasi muda hari ini bisa menempatkan posisinya kepada ruang ruang strategis.Atau isu isu pada Pemilu yang akan datang,” ujar Baijuri.

Terakhir, Surokim menyatakan dukungannya untuk Indonesia bertransformasi ke arah politik programatik yang di dalamnya saling bertukar ide dan gagasan untuk kemajuan. Ia mengatakan, “Saya setuju kita harus terus menggaung-gaungkan politik gagasan, politik ide, karena jalan itulah yang bisa menjadi jalan untuk menuju politik programatik. Politik programatik idealnya memang digawangi oleh anak-anak muda yang selalu progresif melawan kaum-kaum konservatif”.  (swp/muk/snm)