Surabaya, jurnal9.tv -Pemberantasan korupsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin melemah karena hanya terfokus pada layanan teknis atau aspek hilirnya dan kurang fokus menyentuh pada episentrum korupsi di hulu sebagau penyebab utama praktik korupsi terjadi, yakni sistem kepartaian dan sistem pemilu.
Aspirasi itu muncul dalam Diskusi Peran Media dan Akademisi dalam Pencegahan Korupsi yang digelar oleh Tim Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi, di Ruang Rapat Provinsi Jawa Timur, Kamis (13/6). Hadir sebagai pembicara, Perwakilan BPKP Jawa Timur, Abdul Khair, Tenaga Ahli Stranas PK, Bimo Abdul Kadir, Ketua PWI Jawa Timur, Lutfil Hakim dan Wahyu, Direktorat Monitoring KPK. Diskusi diikuti oleh delegasi dari berbagai kampus negeri dan swata di Jawa Timur serta sejumlah pimpinan dan pemred media di Jawa Timur.
Rektor Universitas Trunojoyo Madura, Dr. Safi, S.H., M.H, menyoroti kinerja KPK yang dianggap menurun dan melemah dibandingkan KPK sebelumnya, dalam memberantas korupsi di episentrumnya, yakni partai politik. Menurutnya, selain ditentukan oleh budaya birokrasi pemerintahan, paktik korupsi juga sangat ditentukan oleh perilaku pemimpin atau pejabat politik hasil pemilihan umum yang diproses melalui mekanisme politik kepartaian. “Menurut saya, salah satu cara efektif, agar pemberantasan korupsi bisa efektif adalah dengan mengembalikan KPK untuk kembali menyentuh di aspek hulu penyebab korupsi, yakni partai politik dan praktik pemilu,” tegasnya.
Senada dengan rektor UTM, Wahyu dari Direktorat Monitoring KPK RI mengakui sistem pemilu dan kepartaian menjadi salah satu episentrum korupsi di Indonesia dan dibutuhkan komitmen semua pihak untuk mengembalikan pengawasan korupsi di aspek hulu. Di wilayah monitoring dan pencegahan, saat ini, KPK sedang mengintensifkan Survey Penilaian Integritas (SPI), sebagai indeks untuk memonitoring praktik korupsi yang hingga melibatkan pegawai sebuah instansi pemerintah, mitra hingga pakar.
Indonesia masih merah masuk dalam kategori rentan, dan membutuhkan perhatian semua pihak untuk memberantasnya. Sementara hasil SPI di Jawa Timur menunjukkan indeks yang lebih baik, yakni waspada. “Dalam tahun-tahun terakhir, indeks SPI di Jawa Timur menunjukkan perkembangan yang semakin baik,” tambahnya.
Sementara itu, Abdul Khair dari BPKP Jawa Timur mengatakan pemerintah terus mencegah korupsi di birokrasi pemerintahan secara internal, salah satunya dengan pembentukan Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di setiap level pemerintahan, dengan pengawasan langsung dari pimpinan pemerintahan di atasnya. “Tapi APIP ini masih harus dikawal oleh publik dan media karena pada praktiknya harus berhadapan dengan kepemimpinan politik dan budaya korupsi politik,” tambah Abdul.
Sebagaimana disampaikan Bimo Abdul Kadir, Pemerintah saat ini terus menunjukkan keseriusannya memberantas korupsi, salah satunya dengan membentuk Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK), dimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertindak sebagai koordinator. Stranas PK beranggotakan empat lembaga negara terkait, yakni Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PAN RB dan Kementerian Dalam Negeri. (*)