Surabaya, jurnal9.tv -Peringatan Hari Santri di sejumlah pesantren dilaksanakan dengan cara yang tidak biasa, yakni melalui gelaran nonton bareng film karya sendiri di lapangan, dikenal dengan sebutan misbar atau ‘gerimis bubar’. Film yang dimisbarkan, adalah 9 sinema pendek hasil karya para santri di 5 pesantren yang telah mengikuti Workshop Pengarsipan dan Produksi Film yang digelar pada Agustus hingga Oktober 2024 di 5 pesantren besar di Jawa Timur. Kegiatan ini menjadi rangkaian awal Festival Film Santri atau FFS 2025 yang akan digelar awal tahun depan. Selain diperkenalkan kepada santri, film-film tersebut juga akan diroadshowkan ke sejumlah kalangan.
Yogi Ishabib, pegiat film dari Docunema, Surabaya dan Direktur Program Festival Film Santri mengatakan Festival Film Santri adalah festival film di Indonesia yang fokus pada perkembangan sinema dan dunia Islam. Festival Film yang akan diselenggarakan pada 2025 ini memulai langkah awal dengan mengaktivasi program-program seperti Workshop Pengarsipan dan Produksi Film, Workshop Kritik dan Kuratorial film, Misbar Santri, dan Santri Keliling. Sebelumnya Festival Film Santri telah menggelar rangkaian program workshop di lima pondok pesantren di Jawa Timur.
Yogi menyebutkan, Workshop Pengarsipan dan Produksi Film diawali dari Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan pada 22-24 Agustus 2024, yang kemudian secara berurutan dilaksanakan di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan (30 Agustus-1 September), An Nur
II Malang (6-8 September), Lirboyo Kediri (28-30 September), dan Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo (4-6 Oktober). “Hasil dari workshop itu, lahirlah 9 film karya para santri yang digali dari nilai luhur, dokumen sejarah dan arsip yang ada di pesantren masing-masing,” ujar Yogi.

Kesembilan Film itu adalah ‘Meja Perpustakaan’ (Fatikhin, PP Sidogiri), ‘Telat’ (Firdaus Sholeh, PP Sidogiri), ‘Syaichona M. Kholil’ (Bahrudin Alam, PP Syaichona Kholil), ‘Goresan’ (Fardhan Pratama, PP Annur II), ‘Jejak yang Tak Terlihat (Isya’ Oki Ramadhani, PP Annur II), ‘Pesantren Wisata’ (Isya’ Oki Ramadhani, PP Annur II), ‘Sarung’ (Sholikhul Huda, PP Al-Mahrusiyah Lirboyo), ‘Sandal’ (Alimun, PPHY Lirboyo), ‘Saling-Silang Sandal’ (Abu Yazid Ashari,
PP Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo).
Film-film hasil workshop itu, lanjut Yogi, diputar secara mandiri dan serentak di 3 pesantren besar, yakni Sidogiri, An Nur II Malang dan Pesantren Sukorejo Situbondo melalui program Misbar Santri pada puncak perayaan Hari Santri, 22 Oktober 2024 lalu. “Alhamdulillah, program Misbar Santri di tiga pesantren itu ditonton tak kuramg dari 27.000 lebih penonton santri,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur FFS 2025, Agoes Sam menyampaikan penghargaan atas kesungguhan para santri dalam mengikuti workshop dan membuat sendiri film tentang pesantrennya. Untuk apresiasi dan evaluasi atas film-film tersebut, lanjut Agoes, Jumat (25/10) lalu digelar Workshop Kritik dan Kuratorial Film di Kampus Universitas Airlangga, sekaligus Pemutaran Film dan Santri’s Talk bersama para film maker santri. “Film-film ini juga kan diputar di ruang-ruang publik agar mendapat apresiasi lebih luas,” tambahnya.
Rangkaian Festival Film Santri ini, kata Agoes merupakan program yang sifatnya inklusif dan dilakukan secara kolaboratif antara pihaknya, yakni Documena bersama Air Mineral Santri, Toko Basmalah bersama Departemen Komunikasi FISIP Universitas Airlangga, Peeping Comm, serta didukung oleh Republika TV, TV9, Suara Merdeka, Media Pondok Jawa Timur, dan Nawaning Nusantara. “Kami harap Festival Film Santri tidak hanya menjadi ajang perayaan semata, tetapi juga sebagai sarana belajar sekaligus menjaga tali silaturahmi antara pesantren dengan dunia di luar pesantren serta menjadi ruang tumbuh bersama bagi insan-insan kreatif yang tak pernah lelah berkarya melalui film,” pungkas
Fatihin Husni, salah satu peserta workshop dari Pondok Pesantren Sidogiri yang juga sutradara film ‘Meja Perpustakaan’ menyampaikan terima kasih atas adanya kegiatan ini. “Alhamdulillah di pondok pesantren kami, Sidogiri sudah dilakukan misbar atau program screening, ke depan harapannya semakin banyak santri yang membuat film sebagai usaha untuk menyampaikan peran-peran penting pesantren, kyai, dan santri dalam praktik keindonesiaan kita, serta sebagai media dakwah populer,” harapnya. (*)