Para masyayih pendahulu kita telah mengajarkan kesederhana, tirakat, kebersamaan, ta’awun yang menjadi jati diri seorang kader NU. Walau hanya seorang petani, ibu kita dengan ibu teman kita yang berjualan sayur di pasar merasa bersaudara karena anaknya sama sama aktifis IPNU. Begitulah potret persaudaraan dijalin karena sama sama anaknya aktifis IPNU
Seorang kader yang dalam keterbatasan karena panen, mereka dikasih beras dari hasil panen, saat anaknya bayar sekolah atau sakit, mereka membantu untuk meringankan beban hidupnya. Sebagai rasa syukur atas hasil panen dan dagangnya yang sukses mereka sowan ke kyai untuk memberikan Sodaqoh uang sebagai rasa syukur.
Begitu kuatnya kepedulian dan kasih sayang kader NU zaman dulu, terus ada apa dengan kader zaman sekarang ??? Kebaikan hati rasanya sudah rapuh oleh kepentingan, uang dan kekuasaan. Kenapa kebaikan hati menipis bahkan hilang dari hati para kader kader NU baik yang muda atau yang tua ???
Apakah Allah menarik barokah dalam hidupnya ? Apakah ilmu yang di dapat tidak bermanfaat ? Apakah kita sudah lupa perjuangan ? Apakah semua sudah materialistis ? Apakah senang NU hancur kemuliaannya ??
Sebuah pertanyaan yang begitu menyedihkan !!! Renungkan, semoga jenengan semua menyadari dan merubah untuk kembali pada perjuangan bersama masyayih NU.
Sekedar bapak/ibu dan sahabat ketahui :
- Untuk sebuah perjuangan banyak pengurus dan kader NU bertanya jika milih gus Muhibbin akan dapat sangu apa tidak ??
- Ketika sudah dikumpulkan dan diberi akomodasi mereka masih diam diam dan diam tidak segera membentuk tim
- Ada Pengurus muslimat, fatayat, ansor dan lainnya dengan tegas mengatakan, saya sudah punya pilihan sendiri !! Setelah ditelusuri ternyata hanya recehan yang di dapat. Apakah kehormatan Kyai dan NU sebanding dengan uang receh yang diberikan oleh orang yang bukan kader NU !!!
- Kenapa merasa bangga hanya bisa foto dengan orang yang pernah menjadi Bupati dan diberi rukuh atau sarung saat lebaran meluluhkan militansi seorang kader NU ???
- Saatnya berfikir rasional dan jangka panjang “ Uang 100 ribu hingga 200 ribu yang membuat rusaknya tatanan politik dan masyarakat tidak sebanding dengan perjuangan para kyai dan masyayih NU ketika memperjuangkan kemerdekaan, mengurus orang meninggal di desa desa, belajar baca al aur’an gratisan, ngimami tahlil 7 hari loss, tengah malam minta air doa karena anaknya tidak bisa tidur bahkan hujan deras harus datang karena ngimami tahlil haul bapak/ibumu.
Catatan keprihatinan ini harus menjadi renungan dan bisa merubah cara berfikir bapak/ibu/sahabat dan rekan rekan. Pemilu kepala daerah 2024 para masyayih dan kyai NU Nganjuk meminta Gus Muhibbin untuk maju sebagai Bupati dengan Aushaf Fajr.
Untuk menjaga Marwah (kehormatan) kyai, masyayih dan NU Nganjuk, Pastikan Gus Muhibbin Aushaf Menang Dalam Kompetisi tersebut.
Semoga Allah membuka hati bapak/Ibu/sahabat dan rekan keluarga besar NU kab Nganjuk ! Amin
Penulis
HM. Basori M.Si
Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocacy