Surabaya,jurnal9.tv,Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung adalah gerbang penting untuk memastikan keberadaan dan kemaslahatan NU di Abad pertamanya. 16 Rajab 1444 Hijriyah tahun depan, atau 31 Januari 2026, NU akan memulai memasuki etape 100 tahun kedua. Keberadaan dan kontribusi aktif organisasi musljm terbesar di Indonesia bahkan dunia ini tentu diperhitungkan demi mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maju di tahun 2045, saat NKRI tepat berusia 1 Abad. Saat itu, Indonesia diprediksi menjadi negara dengan ekonomi nomor 5 terkuat di dunia. Indonesia pun digadang-gadang menjadi macan ekonomi dunia.
Nahdlatul Ulama sebagai elemen penting bangsa pasti akan menyatukan diri dalam ikhtiar keberdayaan dan kemandirian ekonomi bangsa. Salah satunya dengan membangun jaringan ekonomi, industri dan bisnis dalam komunitas nahdliyin yang menurut berbagai survey jumlahnya cukup fantastis, menembus angka 100 juta jiwa. Jumlah yang besar untuk sebuah target pasar yang dikenal memiliki loyalitas yang kuat dengan psikografis masyarakat religius Islam yang moderat dan membumi.
Gagasan jaringan bisnis di NU, bukanlah hal baru. Tahun 1918, KH Wahab Chabullah sudah berinisiatif membentuk *Nahdlatut Tujjar* jaringan pelaku bisnis komuditas padi dan palawija di jalur ekonomi Kediri hingga Surabaya. Gagasan yang terhitung maju dalam konteks pergerakan nasionalisme politik dan ekonomi kala itu. Muktamar NU di Menes Banten 1938, dicetuskan gerakan _economische mobilisatie_ sebagai upaya mengembangkan ekonomi rakyat, hingga mengatur perdagangan luar negeri.
Untuk mendukung gerakan ini, Muktamar NU di Magelang 1939 memutuskan prinsip pengembangan sosial dan ekonomi yang tertuang dalam Trisila *Mabadi Khaira Ummah*: _ash-shidqu_ (benar) tidak berdusta; _al-wafa bil ‘ahdi_ (menepati janji); _at-ta’awun_ (tolong-menolong). Tahun 1940, Sang Penggagas Mabadi Khaira Ummah yang juga Ketua HBNO, KH Machfud Shiddiq berkunjung ke Jepang untuk melakukan kerja sama ekonomi internasional.
Dalam perjalanannya NU sempat mendirikan berbagai ikhtiar bisnis sebagaimana *Gerakan Syirkah Mu’awanah* di tahun 1950an yang bermaksud membeli kapal laut sebagai transportasi jamaah haji. Tahun 2011, para pemimpin PBNU mendirikan asosiasi para pengusaha NU bernama Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) sebagai jaringan dan _business hub_ bagi usaha bisnis pengusaha NU di berbagai sektor dan kawasan. Asosiasi pengusaha yang masif diyakini menjadi kunci, bagi kesuksesan dunia usaha serta kuatnya pertumbuhan ekonomi.
Kini, ketika Dunia berada di era industri 4.0 dimana konektivitas, kreatifitas dan komunitas menjadi kunci kuasa, maka NU perlu merajut kembali, menguatkan apa yang sudah ada demi sebuah jaringan besar bisnis dan industri di komunitas warga NU yang kini bahkan berdiaspora ke penjuru dunia. Ekosistem bisnis dalam komunitas Nahdliyin perlu diinisiasi, dimatangkan dan dimatangkan. Forum permusyawaratan nasional seperti Muktamar NU bisa menjadi majelis gagasan dan perjumpaan jaringan ekonomi NU untuk Indonesia Maju.
Bagaimana memulai dan mewujudkannya? Saksikan perbincangan selengkapnya di LIVE TALK Jurnal9 Pagi Akhir Pekan TV9 Nusantara, Sabtu, 20 November 2021
06.30-07.30 Bisa ikuti juga via www.tv9now.id (*).