Surabaya, Jurnal9.tv – Dalam rangka mengawal Pemilu 2024 yang bermartabat dan berintegritas, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur menggelar sosialisasi bahaya politik Identitas pada Kamis (1/12/2022). Kegiatan ini bertempat di Harris Hotel Convention, Bundaran Satelit Kota Surabaya dengan dihadiri peserta undangan dari berbagai kalangan di antaranya, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Dinas Pendidikan Jawa Timur, Bakesbangpol, tokoh lintas agama, perwakilan pesantren di Surabaya, organisasi masyarakat, Cak dan Ning Surabaya, influencer serta awak media.
Politik identitas merupakan alat politik yang digunakan oleh suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau lainnya dengan maksud tertentu. Politik identitas juga dapat didefinisikan sebagai bentuk perlawanan ataupun upaya untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok secara ekstrem.
Ketua Bawaslu Jawa Timur, Abdul Warits dalam sambutannya mengungkapkan, bahwa penggunaan politik identitas dalam pemilihan umum berpotensi untuk memecah belah kesatuan bangsa. Apalagi Indonesia adalah negara majemuk dengan beragam perbedaan mulai dari suku, agama, keberagaman ras, hingga budaya.
“Banyak agama hingga suku, sudah kita sepakati bagian dari bangsa ini, itu tidak perlu diotak-atik, harus kita kelola dengan baik, jangan sampai itu menjadi salah satu pintu masuk kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab untuk memenangkan kepentingannya, karena itu akan merusak kita sebagai bangsa, yang telah sepakat menjadi satu bangsa, bangsa Indonesia,” jelasnya.
Ia juga menuturkan, bahwa seluruh komponen masyarakat harus terlibat aktif dalam membangun persatuan dan menjalankan cita-cita bangsa melalui pemilihan umum.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Airlangga (Unair) yang juga narasumber dalam acara ini, Dr Suko Widodo, M.Si memaparkan tantangan pemilu 2024 dan perlunya keterlibatan generasi muda dalam mengawal pemilihan umum di era saat ini. Ia pun mengapresiasi upaya yang dilakukan Bawaslu dengan melibatkan komunitas-komunitas dan para pengguna teknologi digital seperti hal nya influencer.
“Tantangan 2024 bukan hanya tentang politik identitas, tapi adalah tantangan algoritma, oleh karena itu, keterlibatan orang-orang muda menjadi penting di masa-masa ini. Bukan hanya Indonesia, tapi hampir semua negara menghadapi pemilu berbarengan dengan digital yang luar biasa.”
Sementara itu, Wakil Ketua FKUB Jawa Timur Prof. Dr. H. Biyanto, M.Ag menilai, politik identitas masih mewarnai pemilu di Indonesia. Ragam politik identitas dapat hadir dari berbagai sumber yang digunakan oleh partai politik.
“Politik identitas itu yang pertama tentu adalah ras, lalu kemudian suku. Presiden harus dari suku Jawa, misalnya. Itu jadi bagian dari kapitalisasi politik identitas kesukuan. Kemudian bahasa, adat dan gender. Ada agama dan ideologi juga. Semua itu dikapitalisasi untuk kepentingan politik masing-masing.”
Acara ini ditutup dengan penandatanganan serta pembacaan Ikrar menolak politik uang dan politisasi SARA dalam Pemilu serentak tahun 2024. Melalui kegiatan ini diharapkan teguhnya komitmen organisasi masyarakat di Jawa Timur untuk mewujudkan pemilu demokratis dan berintegritas. (nkr/snm)