Malang, jurnal9.tv -Guru Besar Kehormatan Universitas Islam Malang (Unisma) Prof (HC, Unisma) DR H Ali Masykur Moesa SH MHum MSi menegaskan bahwa Politik Pendidikan Islam jangan sampai mengkaji ulang Pancasila.
“Pendidikan tidak boleh terpisah dari politik dan politik juga tidak boleh terpisah dari pendidikan, karena itu penddkn harus legal, nggak boleh ekstrem terhadap Pancasila, jangan sampai mengkaji ulang Pancasila,” katanya dalam pengukuhan di kampus Unisma Malang, Sabtu.
Dalam acara yang dihadiri Menhan Prabowo Subianto, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dan Rektor Unisma Prof Masykuri, ia menjelaskan kebijakan pendidikan (politik pendidikan) harus menghasilkan “cultural diversity competence”.
“Cultural Diversity Competence itu yang disebut Mikel Hogan (2003) sebagai kompetensi dalam pendidikan itu tidak boleh eksklusif, pendidikan harus membumi, sesuai konteks, multikultural,” katanya.
Apalagi, kata Ketua Umum PP ISNU itu, politik pendidikan Islam di Indonesia harus mengangkat multikultural, karena kultur itu bukan pilihan.
“Kita nggak bisa menolak menjadi Jawa, Sunda, Manado, Gorontalo, karena menjadi Indonesia itu memang menjadi ada dalam keberagaman,” katanya.
Menurut dia, sejumlah tokoh bangsa seperti Gus Dur (mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid) menyatakan semakin tinggi ilmu seseorang, seharusnya membuatnya semakin toleransi, bukan sombong.
“Jadi, politik pendidikan harus berdimensi kultural, berdamai dengan beragam agama yang ada, berdamai dengan masyarakat yang majemuk, berdamai dengan lingkungan, berdamai dengan perbedaan. Nabi juga membangun Madinah dengan damai, dengan Piagam Madinah sebanyak 47 pasal, bahkan sekretaris pertama Nabi adalah Yahudi untuk memudahkan komunikasi,” katanya.
Oleh karena itu, Islam dan nasionalisme itu harus dalam satu tarikan nafas. Al Qur’an menyatakan Allah menciptakan manusia dengan penuh perbedaan untuk saling mengenal (QS Al Hujurat : 13). Al Qur’an juga menyebut perbedaan adalah rahmat, kalau perbedaan diperbesar akan terjadi perpecahan (QS Ali Imron : 103).
“Saya jatuh cinta pada politik pendidikan Islam, karena kemajuan bangsa itu bersumber pada SDM dan kunci kualitas SDM adalah pendidikan dan kunci pendidikan yang tepat di negara Indonesia adalah multikultural. Pancasila itu given,” katanya.
Merespons pidato pengukuhan itu, Menhan Prabowo mengaku nyaman dengan pandangan Prof. Ali Masykur Moesa yang berasal dari keluarga besar NU (ISNU).
“Saya hadir di sini merasa nyaman dan mendapat tambahan ilmu lagi dari Prof Ali Masykur. Saya memang cocok dengan NU, karena NU menjaga Islam tetap moderat, islam menjadi sejuk, Islam yang melindungi semuanya, Islam yang nggak izinkan kekerasan dan ekremisme,” katanya.
Sementara itu, Rektor Unisma Prof Dr H Masykuri MSi menilai pandangan Prof Ali Masykur Moesa itu penting, karena agama diletakkan sebagai pilar utama dalam politik pendidikan, sekaligus pilar dalam menghargai kebhinnekaan.
“Masalahnya, agama sebagai faktor penting dalam kebahagiaan di era digital ini menghadapi tantangan berat. Faktanya, 23,4 persen pelajar/mahasiswa setuju dengan khilafah, 18-19 persen pekerja swasta dan ASN juga setuju khilafah, karena politik pendidikan Islam yang berbasis kedamaian dan moderasi,” katanya. (*)