Jakarta, jurnal9.tv -Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada Serentak 2024 yang baru saja berlangsung, 27 November 2024 secara umum berjalan aman, lancar, dan kondusif. Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia meringkas laporan dari KIPP-KIPP Daerah yang melaksanakan pemantauan di sejumlah TPS-TPS Pilkada Serentak 2024. Dalam laporan pemantauan Pilkada Serentak 2024 ini, KIPP Indonesia membagi fokus pemantauannya pada 7 (tujuh) elemen penting, yakni: Pertama, pemantauan terhadap prosedur dan tehnis penyelenggaraan Pilkada; Kedua, pemantauan terhadap terpenuhinya hak pilih pemilih secara bebas dan rahasia; Ketiga, pemantauan terhadap pelanggaran-pelanggaran dan penegakkan hukum Pilkada sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; Keempat, pemantauan terhadap kuantitas dan kualitas partisipasi politik rakyat di Pilkada Serentak 2024, Kelima, pemantauan terhadap peserta Pilkada Serentak 2024, Keenam, pemantauan terhadap institusi penyelenggara pemilu selama Pilkada Serentak 2024; Ketujuh, pemantauan terhadap penyelenggara negara selama Pilkada Serentak 2024.
Pemantauan KIPP Indonesia, di samping merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada dan peraturan perundang-undangan lainnya, Peraturan KPU, Peraturan Bawaslu serta peraturan tehnis lainnya, juga mengacu pada norma dan standar pemilu universal yang tercantum dalam 25 International Covenant for Civil and Political Rights (ICCPR), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Norma-norma pemilu universal tersebut adalah: 1. Pemilu periodik; 2. Hak Pilih Universal; 3. Prinsip satu orang satu suara; 4. Hak untuk mencalonkan dan berkompetisi dalam pemilu; 5. Hak Pemilih sah untuk dapat menggunakan suaranya; 6. Hak penyuaraan yang bersifat rahasia; 7. Pemilu sesungguhnya (genuine); 8. Pemilu merupakan ekspresi kehendak rakyat. Untuk itu, berikut kami sampaikan secara ringkas laporan pemantauan sementara Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, sebagai berikut:
Pertama, secara umum pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada Serentak 2024 di seluruh Indonesia berjalan kondusif. Secara prosedur dan tehnis proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada tidak mengalami kendala yang krusial. Namun demikian, massifnya keterlibatan penyelenggara negara, dalam hal ini keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), banyaknya pejabatpejabat negara yang tidak mengindahkan etika dan netralitasnya, pengerahan dan mobilisasi kepalakepala desa untuk kepentingan pemenangan Pilkada, terlibatnya oknum-oknum aparat kepolisian dan lainnya menjadikan proses penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 secara keseluruhan cacat secara integritas, bahkan diragukan legitimasinya.
Kedua, pelanggaran-pelanggaran menjelang dan di hari pemungutan dan penghitungan suara Pilkada Serentak 2024, di samping pelanggaran netralitas penyelenggara negara, juga praktik-praktik politik uang (money politics) mendominasi di sejumlah daerah. Praktik money politics tersebut terjadi karena dampak dari ketidaknetralan penyelenggara negara, menyasar pada penyelenggara pemilu tingkat bawah, dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya seperti manipulasi suara berupa pencoblosan surat suara sisa di TPSTPS.
Ketiga, rendahnya partisipasi politik pemilih, baik secara kuantitas maupun kualitas. Di Jakarta saja, berdasarkan pemantauan KIPP Indonesia di TPS-TPS beberapa wilayah, hanya setengahnya saja kehadiran pemilih yang tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT), seperti di beberapa yang terjadi di beberapa provinsi seperti seperti Jakarta, Jawa Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Jawa Timur.
Rendahnya partisipasi pemilih ditengarai karena kurang profesionalnya penyelenggara pemilu, baik dari pihak KPU maupun Bawaslu di tingkat pusat maupun daerah-daerah. Dengan demikian, menjadi penting untuk mengevaluasi sisi anggaran penyelenggara pemilu dan kinerjanya, untuk mengetahui sejauh mana proses sosialisasi terhadap pemilih. Partisipasi tinggi saja tidak menjamin akan berbading lurus dengan kualitas, apalagi jika partisipasi menurun. Fenomena ini menunjukan kegagalan partai politik dalam meningkatkan partisipasi memilih masyarakat. Terlebih, institusi demokrasi seperti KPU & Bawaslu telah gagal meningkatkan partisipasi memilih. Padahal, beragam program formalistis dengan anggaran fantastis kerap kali diselenggaran oleh penyelenggara pemilu untuk meningkatkan partisipasi.
Keempat, untuk itu KIPP Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan Pilkada Serentak 2024 secara nasional, sebagai berikut:
1) Dalam hal massifnya pelanggaran netralitas penyelenggara negara merekomendasikan kepada pimpinan instansi-instansi seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk tanggap terhadap laporan-laporan dan memberikan sanksi sesuai kadar pelanggarannya.
2) Mendesak kepada Presiden RI sebagai pimpinan tertinggi mengambil langkah-langkah solutif untuk mengatasi persoalan darurat pelanggaran netralitas yang melibatkan ASN dan pejabatpejabat negara di sejumlah daerah.
3) Mendesak kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk mencopot dan menertibkan anggotaanggotanya yang terbukti terlibat dalam perbuatan pelanggaran netralitas selama Pilkada Serentak 2024.
4) Merekomendesaikan kepada Komisi II DPR RI, untuk mengevaluasi penyelenggara pemilu, baik kepada KPU maupun Bawaslu beserta jajarannya, dari sisi anggaran dan kinerja, untuk mengukur efektivitas kinerjanya sercara kelembagaan, khususnya dalam hal sosialisasi kepada pemilih yang sebagaimana diketahui partisipasi politik rakyat pada Pemungutan Suara Pilkada Serentak 2024, dinilai sangat rendah!
Demikian disampaikan siaran pers ini untuk dipertimbangkan pemuatannya. Atas perhatiannya, Kami menghaturkan terima kasih.
Jakarta, 27 November 2024
Hormat Kami, KIPP Indonesia
Brahma Aryana
Divisi Monitoring