Jakarta, Jurnal9.tv – Lembaga Falakiyah Nahdhatul Ulama mengeluarkan surat informasi mengenai hilal awal syawal 1444 H dan gerhana matahari campuran pada 20 April 2023. Surat ini mencakup penjelasan mengenai rukyatul hilal, gerhana matahari yang akan terjadi, perhitungan hisab untuk hari kamis, keputusan Munas NU tentang penentuan awal bulan, serta kebijakan tanggal satu tahun hijriyah dalam struktur NU.
Rukyah hilal merupakan observasi terhadap hilal, yaitu lengkungan Bulan sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca matahari terbenam (ghurub) dan bisa diamati. Cara pengamatannya terbagi menjadi tiga, dengan mata telanjang, mata dibantu alat optik (umumnya teleskop), dan alat optik (umumnya teleskop) terhubung sensor / kamera.
Rukyah hilal digelar dengan mengamati ufuk barat pada arah dimana matahari dan bulan berada. Sedangkan pendukung pelaksanaan rukyatul hilal berupa prakiraan waktu terbenamnya matahari & parameter bulan disajikan oleh metode falak. Lembaga falakiyah PBNU sendiri menggunakan perhitungan dengan metode jama’i atau biasa disebut hisab tahqiqy tadqiky ashri kontemporer khas Nahdlatul Ulama bagi seluruh Indonesia.
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama telah melakukan perhitungan terhadap peristiwa Gerhana Matahari tahun 1444 H menggunakan metode hisab haqiqy bittahqiq (kontemporer). Hasilnya menunjukkan akan terjadi peristiwa Gerhana Matahari Campuran (Total Cincin) pada Kamis Legi (20/4). Hampir semua wilayah Indonesia berkesempatan menyasikan gerhana kecuali provinsi Aceh yang berada di luar wilayah gerhana.
Durasi terpanjang gerhana matahari terjadi di kota Ambon (provinsi Maluku) mencapai 3 jam 9 menit dan magnitudo terbesar berada di kota Manokwari (provinsi Papua Barat) yang mencapai 96 %. Sebaliknya durasi terpendek dan magnitudo terkecil gerhana matahari terjadi di kota Medan (provinsi Sumatera Utara) yakni 1 jam 16 menit (magnitudo 3 %).
Perhitungan Lembaga falakiyah PBNU untuk kamis (20/4/2023) menemukan bahwa parameter hilal terkecil terjadi di kota Merauke provinsi Papua (tinggi +1º 07’, elongasi 2º 07’ dan lama hilal 5 menit 32 detik). Sedangkan parameter hilal terbesar terjadi di kota Lhoknga provinsi Aceh (tinggi +2º 33’, elongasi 3º 48’ dan lama hilal 11 menit 18 detik).
Sebelumnya, pada tahun 2021, keputusan Munas dan Muktamar NU terkait awal bulan hijriyah adalah,
1. Melarang adanya pengumuman awal bulan Ramadhan dan Syawal berdasar hisab mendahului ketetapan pemerintah.
2. Apabila pemerintah menetapkan awal Ramadhan dan Syawal berdasarkan hisab, maka tidak wajib diikuti.
3. Jika penetapan pemerintah terkait puasa dan dua hari raya berdasarkan rukyah al hilal maka warga NU wajib mengikuti.
4. Umat Islam Indonesia maupun Pemerintah Republik Indonesia tidak dibenarkan memedomani ru’yah hilal internasional (global) karena Indonesia tidak berada dalam kesatuan hukum (al–balad al–wahid) dengan negeri yang mengalami rukyah.
Namun, setelah muktamar ke 34, tahun 2021 melalui batsul masail ditemukan:
1. Sebagiaan ulama berpendapat mungkinnya rukyah menjadi syarat diterimanya kesaksian rukyah. Jika sekurang–kurangnya lima metode falak qath’iy yang berbeda menetapkan bahwa hilal tidak mungkin terlihat, maka keesaksian rukyah ditolak.
2. Apabila menurut ilmu falak ternyata hilal berada di bawah ufuk sebagaimana poin 1, maka hukum melihat hilal tidak lagi fardlu kifayah atau sunnah.
3. Ketika menurut ilmu falak hilal di atas ufuk dan dipastikan terlihat tetapi tidak seorangpun yang menyaksikan hilal dan ketika bulan berjalan digenapkan (ikmāl) akan mengakibatkan bulan berikutnya berumur hanya 28 hari, maka ilmu falak dapat digunakan acuan dalam menafikan ikmal (penyempurnaan hari).
Adapun berdasarkan Surat Keputusan Lembaga Falakiyah PBNU nomor 001 / SK / LF–PBNU / III / 2022, telah ditetapkan kriteria imkan rukyah (mungkinnya hilal terlihat) yang baru. Kriteria ini dinyatakan sebagai: tinggi hilal mar’ie minimal 3 derajat dan elongasi hilal haqiqy minimal 6,4 derajat. (swp/snm)