Surabaya, Jurnal9.tv – Kepolisian Republik Indonesia memiliki tugas tugas pokoknya melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat, selain itu juga menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Dalam menjalankan tugas tersebut, polisi bersentuhan langsung dengan masyarakat, dengan demikian akan muncul dua penilaian masyarakat terhadap polri, yaitu masyarakat yang mencintai Polri, dan masyarakat yang membenci Polri.
Menghadapi masyarakat yang senang dengan polri, tidaklah membuat institusi berseragam cokelat ini berpuas diri, justru menjadi motivasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam acara Pemberian Penghargaan Hasil Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Pembangunan Zona Integritas di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Selasa (21/2/2023), bahwa Polri terus berupaya mewujudkan birokrasi di tubuh Polri yang berkelas dunia di semua tingkatan di seluruh Indonesia. Salah satunya, dengan meningkatkan dan mengembangkan teknologi digital yang inklusif sehingga pelayanan Polri menjadi semakin efektif, produktif, dan akuntabel.
Apa yang dilakukan oleh Polri mendapatkan penilaian yang cukup menyenangkan, sebagaimana penilaian yang dilakukan oleh Kementerian PANRB bahwa pelayanan publik lingkup Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro sebesar 3,88 yang masuk dalam kategori B (baik). Indeks ini juga merupakan rata-rata dari indeks pelayanan SIM sebesar 3,92 dan indeks pelayanan SKCK 3,85. Menurut Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, “Secara umum nilai indeks pelayanan publik lingkup Kepolisian Republik Indonesia meningkat jika dibandingkan dengan (nilai indeks) 2021 dengan capaian nilai indeks 3,67.”.
Dalam menjalankan tugas melayani masyarakat, Polri tidak bisa dielakkan dari yang namanya kritik. Kritik di sini ada dua macam, pertama, kritik yang sifatnya membangun. Kritik ini berasal dari masyarakat yang mencintai Polri. Kelemahan-kelemahan yang ada di tubuh Polri dikritik dengan memberikan masukan pendapat dan pandangan. Mereka inilah menginginkan agar Polri semakin kuat, semakin baik dan semakin dicintai masyarakat. Kedua kritik yang melemahkan Polri. Kritik ini berasal dari mereka yang tidak suka dengan Polri karena alasan subyektif tertentu sesuai dengan motif dan kepentingan mereka. Mereka ini menginginkan agar kredibilitas dan kekuatan Polri jelek di mata masyarakat, sehingga kepercayaan publik menurun yang akhirnya menyebabkan keamanan dan ketertiban masyarakat terganggu dan tercipta kekacauan sosial.
Terkait masalah kritik terhadap Polri, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam memimpin upacara serah terima jabatan (sertijab) tujuh Kapolda di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Rabu, 29 Desember 2021, menyatakan bahwa lembaganya tidak anti kritik. Adanya kritik dari masyarakat diterima sebagai bagian dari evaluasi untuk membawa institusi menjadi jauh lebih baik. mempertahankan Polri tidak anti-kritik, melainkan akan terus berbenah menjadi organisasi yang modern dan organisasi yang selalu berubah menjadi organisasi yang lebih baik.
Apa yang dilakukan oleh Polri ternyata mendapat apresiasi dari Komisi III DPR RI. Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, telah berhasil menorehkan sederet prestasi serta perbaikan yang berarti bagi masyarakat. Terutama terkait pemberantasan judi online, yang menurut laporan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto pada April lalu, sebanyak 3.2 juta masyarakat Indonesia telah terjerat judi online. Polri selama tahun ini banyak melakukan terobosan. Mulai dari pengamanan Pemilu 2024 yang maksimal, pemberantasan judi online dan narkoba secara masif, hingga proses rekrutmen Polri yang transparan serta inklusif. Hal tersebut disampaikan disela-sela ucapan ucapan HUT-78 Bhayangkara kepada institusi Polri, Senin, 1 Juli 2024.
Berbagai inovasi dan perbaikan dalam pelayanan publik dan menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat menjadi upaya Polri merubah image dan persepsi masyarakat.
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi tidak saja muncul dengan sendirinya, melainkan ada beberapa aspek yang mempengaruhi.
Menurut Robins, faktor yang mempengaruhi persepsi ada tiga, yaitu: Pertama, Faktor dari karakteristik pribadi atau pemersepsi seperti pengalaman, dan pengharapan (ekspektasi). Kedua, Faktor Situasional seperti waktu, keadaaan/tempat kejadian, keadaan sosial. Ketiga, Faktor dalam target seperti; sikap, motif, kepentingan, hal-hal yang baru, gerakan, bunyi, suara, ukuran, latar belakang, kedekatan dan kesamaan.
Dengan demikian, untuk mendapatkan persepsi yang baik dan persepsi bahwa Polri tidak anti kritik, maka berdasarkan teori Robbins di atas, ada tiga yang harus dilakukan.
Pertama, faktor karakteristik pribadi masyarakat. Karakter ini diperoleh masyarakat berdasarkan interaksi mereka terhadap Polri. Seperti dalam mencari keadilan, maka Polri harus sigap dan gercep dalam memberikan pelayanan hukum dan pelayanan publik. Jangan sampai ada anggota Polri yang meminta uang dalam memberikan pelayanan hukum, sehingga tidak akan muncul persepsi masyarakat bahwa jika tidak ada uang jangan lapor atau berurusan dengan polisi.
Kedua, Faktor Situasional seperti waktu, keadaaan/tempat kejadian, keadaan sosial. Anggota Polri harus cepat dalam memberikan pelayanan, jangan membiarkan mandek kasus yang terjadi di masyarakat, sehingga tidak akan muncul persepsi, jika tidak viral tidak ditanggapi polisi, sebagaimana yang pernah viral akhir-akhir ini. Sebagaimana pandangan Irjen Pol (Purn) Sisno Adiwinoto, pengamat kepolisian, bahwa sosok anggota Polri harus selalu “hadir” di tengah-tengah masyarakat, terutama jajaran Polsek dengan performance yang santun dan humanis, sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman dengan kehadiran anggota yang selalu ada di lingkungannya.(MR)