Kisah di Balik Lambang NU

Banyuwangi, Jurnal9.tv – Pada saat awal berdiri, Nahdlatul Ulama belum memiliki simbol (lambang) hingga mendekati muktamar ke-2. KH. Hasyim Asy’ari, Pendiri NU, sempat merasa resah dengan kondisi tersebut. Kemudian KH.Hasyim Asy’ari terlintas untuk memanggil tiga serangkai santri mbah Kholil Bangkalan yakni, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Ridwan Abdullah dan Kiai Mas Alwi untuk datang menemui KH. Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang.

Ketiganya diberi amanah oleh Kh. Hasyim Asy’ari untuk membuat simbol Nahdlatul Ulama. Namun Kiai Wahab dan Kiai Mas Alwi tidak sanggup menerima perminaan dari mbah Hasyim. Kiai Ridwan Abdullah lah yang menyanggupi permintaan mbah hasyim untuk membuat simbol NU.

Ada dua syarat dari KH Hasyim Asy’ari yang harus dipenuhi KH Ridwan Abdullah ketika membuat lambang NU.

  1. Lambang harus original dan tidak boleh meniru simbol atau lambing-lambang yang sudah ada.
  2. Lambang NU harus Haibah, artinya Simbol Nu tidak boleh lekang oleh waktu, ketinggalan zaman atau tidak membosankan apabila dilihat.

Kiai Ridwan pun mempersiakan segala hal untuk merancang dan menggambar simbol NU. Di tengah pembuatan simbol NU, sering kali Kiai Ridwan merasa tidak yakin, dan tidak ada satupun gambar yang dirasa beliau cocok. Ratusan kanvas-kanvas berisi gambar berserakan.  

Mengingat Muktamar NU yang kedua sudah semakin dekat, Kiai Wahab pun mulai sering menagih simbol NU pada kiai Ridwan, dikarenakan simbol tersebut akan dipajang ketika muktamar kedua. Dan pada akhirnya Kiai Ridwan pun melaksanakan Shalat Istikharah dan bermunajat kepada Allah Swt.

“Di tengah wiridan abah yaimu kui kesliut” ujar KH Sholahudin Azmi, Cucu KH Ridwan Abdullah.

 Di tengah ‘keseliut’ dalam istikharah itu, Kiai Ridwan melihat di langit ada bumi yang dikelilingi oleh bintang berjejer yang berjumlahkan 9 dengan warna kuning keemas-an. Satu bintang di tengah berukuran lebih besar. Dari hasil istikharah tersebut, Kiai Ridwan pun menorehkannya di  kanvasnya.

Lalu simbol tersebut langsung dibawa oleh kiai Ridwan kepada kiai Wahab. Dan beliau pun kaget dan tercengang dengan gambar (simbol NU) yang beliau lihat. Pada saat itulah Simbol NU tersebut langsung dihadapkan kepada mbah Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang. Saat melihat simbol tersebut mbah Hasyim sempat tidak percaya bahwa symbol tersebut murni dari pemikiran kiai Ridwan.

Lantas mbah Hasyim pun meminta kepada kiai Ridwan untuk membawa simbol tersebut untuk dikonsultasikan kepada Kiai Nawawi Sidogiri. Kiai Nawawi kemudian menyetujui lambang tersebut sebagai lambang NU karena mbah hasyim juga menyetujuinya. Namun Kiai menitipkan sebuah ayat untuk diubah menjadi gambar.

“ Wa’tashimu Bihablillahi jami’an wala tafarruqu”.

Kiai Ridwan pun menggambarkan potongan ayat Al Quran tersebut  dengan bentuk tali tampar yang melingkari bola dunia yang di bagian bawahnya diikat dengan tali simpul.

Kemudian jiwa seni Kiai Ridwan muncul, lantas beliau menambahkan tulisan Nahdlatul Ulama dalam bahasa Arab, dengan huruf  khat yang melintasi bola dunia. Pemberian warna hijau sebagai dasar bendera dengan alasan warna tersebut adalah warna kesukaan nabi.

Lambang NU itu kemudian dijahit sendiri oleh KH Ridwan Abdulla, dan lambang tersebut diperlihatkan dan diresmikan di muktamar ke 2 NU.

Sejarah ini diceritakan kembali oleh KH Sholahudin Azmi, Cucu KH Ridwan Abdullah, dalam acara ‘Genduren Satu Abad NU’ di Banyuwangi. Kisah selengkapnya dapat disimak di chanel youtube Tv9 Nusantara https://www.youtube.com/live/MUOUxFz3bIM?feature=share . (muk/snm)