banner 728x250
OPINI  

In Memoriam Prof. Mustain Mashud: Cahaya di Ruang Gelap Itu Telah Berpulang.

Oleh: Dr. Fitria Widiyani Roosinda, S.Sos., M.Si, Akademisi Universitas Bhayangkara, Surabaya

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Dunia akademik dan Keluarga Besar Universitas Airlangga berduka. Salah satu dosen panutan, guru besar di bidang Sosiologi Pembangunan, Prof. Dr. Mustain Mashud, M.Si pada Selasa (03/09), pukul 06.00 WIB berpulang ke rahmatullah dalam usia 64 tahun.

Saya punya kesan khusus, karena beliau adalah sosok penting dalam proses penulisan disertasi hingga meraih gelar doktor dari Unair Surabaya. Tanpa campur tangan beliau, mustahil saya bisa menyelesaikan pendidikan doktor dalam waktu 3 tahun 8 bulan, sebuah masa studi yang tak henti saya syukuri hingga kini. Lebih-lebih, saat wisuda, saya bahkan diamanahi wisudawan terbaik.

Ada beribu masa tertunaikan dengan keramahan dan kebaikannya. Ada ruang berbagi pikir yang diberikan, pada semua mahasiswanya. Kepergiannya bukan tentang kehilangan sosoknya, tapi kehilangan ruang rasa yang diciptakan dan dijunjung tinggi dalam setiap sentuhan keilmuannya.

Perginya meninggalkan bertriliun cerita, pada kami yang kehilangan, meski deret kenangan itu akan tetap ada pada dinding ingatan berbingkai lara. Prof. Mus seolah dihadirkan semesta untuk menjadi jembatan kebaikan bagi semua mahasiswanya.

Saya ingat betul, tidak ada yang datang menghadapnya tanpa masalah, karena beliau saat itu sebagai KPS S3 Ilmu Sosial. Promotor saya terserang stroke yang sempat mengakibatkan koma dan tidak lagi bisa melanjutkan pembimbingan, saat itu rasanya sudah syok harus berganti promotor berarti memulai lagi proses sejak awal.

Beliau menenangkan kepanikan saya dan mengusulkan promotor pengganti. Berkat pendekatan beliau juga saya tidak perlu memulai lagi dari awal, hanya meneruskan yang sudah berjalan dengan promotor yang baru. Namun baru berjalan tiga kali bimbingan, promotor berpulang karena serangan jantung saat bersepeda.

Beliau tetap menenangkan dengan mengatakan selalu ada jalan. Pada kondisi yang bersamaan, saya mendapat kabar bahwa promotor saya yang pertama dinyatakan sudah masuk masa pemulihan fisik dan bisa tetap membimbing. Meski saat itu Prof. Mus sudah tak lagi menjabat ketua program, namun semua mahasiswa yang masih berproses dianggap tetap dalam tanggungjawabnya hingga lulus.

Terharu. Semua yang pernah menjalani studi doktor pasti tau bagaimana dinamika dan lika-likunya. Rasanya bisa lulus saja adalah sebuah anugerah, lupakan masa studi apalagi meraih IPK tertinggi dan menjadi wisudawan terbaik.

Prof. Mus memiliki catatan lengkap tentang semua mahasiswanya. Bahkan beliau meminta catatan itu untuk selalu diperbaharui oleh stafnya, namanya Martino. Saya memanggilnya Mas Tino. saya pernah baca isinya adalah nama, tahun masuk, nama promotor, co-promotor, tanggal ujian tahap pertama dan seterusnya bahkan nilai setiap mata kuliah. Saya mendengar sendiri beliau minta stafnya untuk menghubungi mahasiswa yang ingin ditemuinya terkait studi. Mas Tino ini memiliki kadar keramahan dan kepedulian yang sama tingginya dengan Prof.Mus.

Baginya, hidup bukan tentang menjadi apa, tapi meninggalkan apa. Tutur santun yang menenggelamkan ego, adalah karakter indah tertinggi seorang akademisi. Prof. Mus mengatakan, bahwa diri yang tenang mampu memenangkan arena. Iya benar, beliau sudah mencontohkan itu semua kepada saya.

Ada lagi yang saya catat terkait nasehatnya. Mengajar jangan memaksakan kehendak. Begitu juga kalau menjadi pembimbing, kan itu karya mahasiswa, bukan karya kita. Setiap mahasiswa dihadirkan pada kita dengan cara belajar yang punya keunikannya masing-masing. Jadilah tempat yang teduh bagi mereka. Jadilah jalan yang memperlancar tujuan mereka. Tak ada mahasiswa yang tak mampu menyerap ilmu. Karena yang ada, justru dosen pengajar yang gagal memberikan pemahaman materinya. Beliau juga mengatakan untuk jangan sombong pada buku. Kalau mau bisa menulis ya harus baca buku. Deretan nasehat itupulalah yang saya pedomani hingga saat ini.

Prof. Mus bagi saya adalah promotor sesungguhnya. Kepergiannya menuju titik kesempurnaan menemui Sang Khaliq, pemilik utuh dirinya, bagi saya adalah kehilangan yang besar. yang baik akan mendapat tempat terbaik dalam setiap rasa yang ditinggalkan. Terima kasih telah menjadi cahaya dalam ruang yang gelap, Prof. Selamat berpulang, promotor. Terima kasih untuk semuanya, Prof. Dr. Mustain Mashud, Drs, M.Si. (*)