Madinah, jurnal9.tv -Konsultan Ibadah Haji Kementerian Agama (Kemenag), Aswadi Syuhada, menyampaikan pesan spiritual kepada jemaah haji Indonesia yang masih berada di Madinah sembari menanti jadwal keberangkatan ke Makkah.
Salah satu keluhan yang kerap muncul adalah keterbatasan akses informasi mengenai jadwal pendorongan kloter. Informasi resmi tentang hari, tanggal, dan jam keberangkatan biasanya baru diterima satu atau dua hari sebelumnya. Hal ini menimbulkan kegelisahan, terutama di kalangan jemaah yang ingin menyempurnakan ibadah Arbain—saalat fardu berjamaah selama 40 waktu di Masjid Nabawi.
Aswadi mengajak jemaah memaknai Arbain secara lebih luas. “Selama di Madinah, selain salat fardu, ada pula amalan seperti salat jenazah yang bernilai pahala besar. Bila diakumulasikan, Insyaallah fadilahnya bisa mencapai seribu kali lipat dan menjadi khufrotan minan nar [penjagaan dari api neraka],” ujarnya, Selasa (13/5).
Ia menekankan bahwa Arbain tidak hanya soal kuantitas salat berjamaah, tetapi juga mencakup ragam ibadah lain yang tinggi nilai spiritualnya.
Menanggapi perubahan regulasi dari Pemerintah Arab Saudi, Aswadi mengingatkan pentingnya sikap optimistis dan kesiapan untuk beradaptasi. “Hidup itu selalu berubah, yang pasti hanya kematian. Dalam Alquran, kata akhya [hidup] itu mu’rab [bisa berubah], sedangkan maut [mati] itu mabni [tetap],” jelasnya.
Ia mencontohkan sistem kloter yang tertib di Indonesia, namun berubah mengikuti mekanisme syarikah saat tiba di Arab Saudi. Perubahan ini menuntut jemaah mengubah pola pikir: dari bergantung pada sistem lama menjadi siap menghadapi sistem baru demi pelayanan yang lebih baik.
Aswadi juga menekankan pentingnya kemandirian jemaah dalam menjalankan manasik. Peran kepala regu, kepala rombongan, dan KBIHU sangat penting dalam membimbing jemaah menghadapi dinamika di lapangan.
“Kesiapan jemaah dalam melaksanakan manasik secara mandiri akan menjadikan mereka lebih adaptif terhadap perubahan. Dan ini menjadi indikator profesionalisme KBIHU,” tambahnya.
Ia menutup pesannya dengan mengajak jemaah untuk tidak hanya bergantung pada individu atau sistem, melainkan tetap bertawakal kepada Allah SWT.
“Jika kita menggantungkan manasik kepada seseorang, lalu ia tak bisa membantu, kita akan rugi. Tetapi jika kita menggantungkan kepada Allah, niscaya akan ada jalan keluar,” katanya.
Aswadi mengajak jemaah menjadikan doa dan ibadah sebagai jalan menggali nilai-nilai spiritual yang berdampak positif, baik secara pribadi maupun sosial. “Dengan kesabaran dan keyakinan, insyaallah setiap kesulitan akan diganti Allah dengan solusi terbaik,” pungkasnya.