HTI Muncul Lagi Setelah Dibubarkan, Negara Harus Tegas

SURABAYA, JURNAL9.tv – Eksistensi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kembali mencuatkan polemik di tengah masyarakat. Ada tengara, Ormas yang telah mengusung gerakan negara Islam melalui khilafah menggantikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu muncul kembali secara diam-diam.

Hal ini diakibatkan status pembubaran Hibut Tahrir Insonesia (HTI) baru pada level keberadaanya sebagai Ormas. Berbeda dengan pembubaran dan pelarangan Masyumi pada era Presiden Soekarno. Di masa itu, pembubaran Masyumi memiliki implikasi hukum mengikat dan negara memastikan diri hadir untuk menghindarkan multi-interpretasi di tengah masyarakat.

KH As’ad Said Ali, mantan Wakil Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) yang pernah juga menjabat Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai secara hukum HTI memang tidak terdaftar alias bubar, tetapi tidak dinyatakan secara eksklusif sebagai ormas terlarang. Ini berbeda dengan Partai Masyumi, di mana NU ikut mendirikan tetapi keluar pada 1953, yang secara eksklusif dinyatakan sebagai partai terlarang.

“Intinya eksistensi HTI tidak diakui oleh Undang-undang,” tegasnya sambil menyatakan tidak tepat istilah ormas terlarang yang disampaikan beberapa pakar hukum seperti Prof Yusril Ihsa Mahendra.

Seperti diketahui, Menteri Hukum dan HAM RI telah mencabut status hukum HTI dengan Surat Keputusan No. AHU.30.AH.01.08 tahun 2017 tentang Pencabutan Status Hukum HTI sebagai Ormas. Pihak HTI kemudian melaluikan gugatan atas keputusan itu, namun PTUN Jakarta menolak gugutan pada 7 Mei 2018. Berikutnya, HTI juga ajukan kasasi terhadap PERPU No. 2 tahun 2017 yang mengubah UU no 17 tahun 2013 tentang Ormas yang salah satu alasannya bertentangan dengan Pancasila.

Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh pihak HTI, berarti SK Menkumham tetap berlaku. Amar putusan MA tersebut dijatuhkan tertanggal 14 Februari 2019.

Lantas bagaimana kalau misalnya HTI melakukan transplantasi organisasi dan tetap beraktivitas? Kiai As’ad meminta masyarakat menyerahkan urusan itu pada penegak hukum. Masyarakat dan juga ormas punya kewajiban masyarakat melaporkan kalau ditemukan ada pelanggaran terkait aktivitas HTI di daerah-daerah yang berpotensi bergerak melawan ideologi Pancasila, aturan hukum dan konstitusi negara. “Serahkan HTI kepada pemerintah, dan pilih strategi yang tepat untuk membela Pancasila,” imbuhnya.

Kiai As’ad mendorong negara cepat bergerak dan meminta semua pihak menghindari keributan di tengah masyarakat. Salah satu hal mendasar yang dilakukan, menurutnya selesaikan terlebih dahulu persoalan besar, yakni tidak adanya pengamanan hukum dan konstitusional yang kuat terhadap Pancasila, terutana setelah dilakukannya Amandemen UUD 1945 pada 2002. Kiai As’ad menilai proses amandemen saat itu tidak dipikirkan secara matang, tergesa-gesa diduga secara sadar atau tidak mengikuti agenda tersembunyi pihak luar.

“Seperti saat orasi di Universitas Diponegoro pada 2011 silam, saya berharap dilakukan reamandemen terhadap UUD hasil amandemen 2002. Tujuannya agar ada perlindungan hukum dan konstitusi yang kuat terhadap Pancasila, dan anak bangsa tidak merasa diadu domba, seperti saat ini,” jelasnya.

Sementara itu, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya yang juga Wakil Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur, Prof. KH Ali Maschan Moesa menilai keyakinan berbasis keislaman yang saat ini dimiliki HTI harus ditanggulangi dengan mengajak mereka berdiolog tentang relasi antara agama dan negara diserta alasan, dalil atau hujjah yang kuat . Kiai Ali Maschan mendorong negara menyediakan ruang dialog, karena keyakinan itu, hak setiap orang dan tidak bisa begitu saja dibubarkan.

“Mereka mesti diajak dialog dengan kita. Hukumah atau negara bertindak sebagai fasilitator sebagai bukti dan bentuk nyata bahwa negara hadir,” terangnya.

Respons terhadap kembali munculnya gerakan HTI ini adalah kesimpulan perbincangan yang dihimpun JURNAL9.tv menyusul peristiwa aksi penertiban yang dilakukan Gerakan Pemuda Ansor Cabang Bangil Pasuruan pada. 21 Agustus 2020 lalu. Dalam aksi itu GP Ansor mendatangi sebuah lembaga di Desa Kalisat, Kecamatan Rembang, Pasuruan yang dicurigai membawa misi HTI di balik aktivitas pribadi dan pendidikan keagamaannya. Peristiwa ini sempat memicu pro dan kontra di media dan media sosial. (hkm/shk)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *