Surabaya, Jurnal9.tv – Kekerasan seksual. Ketika mendengar kalimat tersebut, kebanyakan masyarakat akan berpikir bahwa tindakan tersebut terjadi terhadap perempuan. Namun, pada kenyataannya tindakan kekerasan tersebut juga bisa terjadi terhadap laki-laki. Melalui laman resmi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ketua KPAI periode 2012-2022 Dr. Susanto, MA mengungkapkan jika anak laki-laki memiliki kerentanan pada kekerasan seksual, mereka dapat menjadi korban maupun sebaliknya.
Kasus kekerasan seksual terhadap laki-laki kembali dibahas setelah adanya video viral Abidzar Putra Almarhum Uje yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan.
Menurut Koalisasi Ruang Publik Aman (KRPA) yang melakukan survei terhadap kasus kekerasan seksual di ruang publik pada tahun 2022, survei tersebut diikuti oleh masyarakat di seluruh Indonesia secara daring. Survei tersebut mendapatkan 4.236 responden terdiri dari perempuan: 3.539 responden, laki-laki: 625 responden dan gender lain sebanyak 72 responden. 4.236 responden tersebut mengaku pernah mengalami kekerasan seksual. Saat ini kasus kekerasan seksual terhadap laki-laki bukan lagi menjadi hal yang tabu, namun banyak dari mereka yang memilih untuk bungkam lantaran stigma maskulinitas. Seperti yang tertulis dalam penelitian mahasiswa Universitas Amikom Purwokerto, bahwa stigma yang keliru di masyarakat membuat ekspetasi maskulinitas dan gender secara tidak langsung mengajarkan anak dan remaja laki-laki bahwa mereka tidak bisa menjadi korban. Hal ini yang membuat para korban memilih untuk bungkam, karena jika mereka mencoba untuk speak up maka mereka akan dicap sebagai laki-laki feminim atau bukan laki-laki.
Lantas, seperti apa bentuk kekerasan seksual terhadap laki-laki? Bentuk atau macam kekerasan seksual terhadap laki-laki tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada perempuan. Dalam Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 dijelaskan, kekerasan seksual mencangkup tindakan secara verbal, nonfisik, fisik dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Tindakan yang termasuk kategori tindak kekerasan seksual bisa berupa:
- Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi/ melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender;
- Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
- Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;
- Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
- Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio dan/atau video bernuansa seksual kepada koban meskipun sudah dilarang korban;
- Mengambil, merekam dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
- Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
- Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
- Mengintip dan/atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruangan yang bersifat pribadi;
- Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban;
- Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
- Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
- Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
- Memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
- Mempraktikan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual;
- Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
- Melakukan perkosaan termasuk penitrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
- Memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
- Memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
- Membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
- Melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.
Setelah mengetahui apa saja bentuk kekerasan seksual, bagaimana cara mencegah agar tindakan tersebut tidak terjadi? Pada hal ini, yang harus dilakukan lebih awal yaitu edukasi kepada anak-anak, remaja bahkan seluruh masyarakat mengenai adanya tindak kekerasan seksual terhadap laki-laki itu dapat terjadi. Edukasi itu dilakukan agar masyarakat yang awam menjadi tahu, sehingga para korban kekerasan seksual khususnya laki-laki berani untuk menghubungi pihak berwajib dan bersikap tegas ketika ia mengalami tindakan tersebut. Seperti yang tertulis di atas, bahwasanya korban laki-laki tindakan kekerasan seksual memilih bungkam karena stigma yang tertanam di masyarakat menuntut mereka untuk berada pada skema maskulinitas.
Lalu apakah ada dampak pada korban laki-laki kekerasan seksual? Korban dari tindakan tersebut biasanya akan mengalami trauma yang berkepanjangan terlepas dari gender perempuan ataupun laki-laki. Itulah mengapa korban kekerasan seksual perlu pendampingan khusus untuk memulihkan trauma yang dialaminya. Ada beberapa trauma akibat kekerasan seksual yang biasanya dialami oleh korban;
- Depresi
Trauma umum yang dialami korban, trauma ini muncul seperti menyalahkan diri sendiri atas kejadian tersebut, perasaan negatif seperti sedih, marah dan putus asa.
- Gangguan makan
Menjadikan aktivitas makan sebagai bentuk pelampiasan dari trauma yang dialami, yang sering terjadi ialah korban berhenti memberikan asupan terhadap tubuh mereka.
- Sindrom trauma perkosaan
Ini merupakan respon alami dari korban secara psikologis dan fisik terhadap trauma perkosaan, mereka biasanya merasa mudah kaget, kebingungan mental, takut dan tak jarang mereka ketakutan akan seks, merasa kejadian tersebut tidak pernah terjadi (penolakan) hingga kehilangan gairah dan minat seksual.
- Disosiasi
Pelepasan diri dari kenyataan (realitas), mereka biasanya mengalami trauma sebagian, berpindah-pindah tempat dan memiliki baru, hingga memiliki kepribadian ganda.
- Hypoactive seksual desire disorder
kondisi yang ditandai dengan menurunnya hasrat seksual atau keengganan untuk berhubungan seksual. Kondisi ini terjadi karena aktivitas seksual bisa mengingatkan mereka terhadap peristiwa buruk yang dialaminya.
- Dyspareunia
nyeri yang dirasakan selama atau setelah berhubungan seksual. Kondisi ini paling banyak dialami oleh wanita, meskipun pria juga berisiko untuk mengalaminya.
Setelah membaca artikel di atas, dari yang belum tahu menjadi tahu dan dari yang tahu semakin paham bahwa kekerasan seksual terhadap laki-laki juga perlu diperhatikan. Karena kasusnya juga tak jauh berbeda dengan kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan. Jika kalian mengetahui atau menyaksikan tindak kekerasan tersebut segera bantu korban dan hubungi pihak berwajib karena kebanyakan korban pada saat kejadian akan mengalami freezes pada diri mereka sehingga butuh waktu untuk memahami situasi yang terjadi. (llj/snm)