Kita tidak pernah tahu akan lahir di mana, sebab sebelum lahir Allah ‘tidak menawarkan’ pilihan pada kita soal orang tua mana, suku apa, negara atau lainnya. maka kita mensyukuri nikmat kehidupan ini dari siapapun kita dilahirkan, suku apapun lingkungan kita, negara manapun tempat domisili kita, yang terpenting diberi iman, hidayah dan berbuat baik.
Alhamdulillah, saya lahir dari keturunan orang Madura yang Santri, di kawasan Malang Selatan yang hampir 1 kecamatan berbahasa Madura, Gondanglegi. Sejak kecil saya diajak oleh Abah ke Madura, ke tempat kelahiran kakek di Sampang dan ke guru-gurunya di Bangkalan. Masa-masa tahun 80-90an masih ada rasa takut mendengar kata Carok, karena hampir di banyak permasalahan selalu dipungkasi dengan Carok, saat tidak menemukan solusi. Hubungan keluarga ada yang berakhir Carok. Masalah wanita juga Carok. Taruhan saat kerapan sapi juga Carok. Kalah pemilihan kepala desa juga Carok. Tidak cukup di situ, dari keluarga yang terbunuh masih menyimpan dendam untuk menghabisi pihak yang membunuh.
Itu dulu. Sekarang sudah hampir tidak ada. Bahkan Carok dalam arti sebenarnya adalah pertarungan duel satu lawan satu dengan sama-sama membawa senjata, sudah nyaris tidak ada. Bagaimana yang kemarin? Secara Budaya itu bukan Carok, tapi murni perbuatan kriminal pengroyokan dengan senjata clurit. Meski begitu tetap para pelakunya harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku, seperti dalam riwayat di masa Sahabat ketika ada seorang pemuda dibunuh:
ﻓﻘﺎﻝ ﻋﻤﺮ: «ﻟﻮ اﺷﺘﺮﻙ ﻓﻴﻬﺎ ﺃﻫﻞ ﺻﻨﻌﺎء ﻟﻘﺘﻠﺘﻬﻢ»
Maka Umar berkata: “Jika satu kampung warga Shana’a terlibat pembunuhan satu orang maka mereka akan saya hukum mati semuanya” (Sahih Bukhari)
Jika melihat 2 kejadian peristiwa yang populer dengan nama Carok dalam setahun ini kebanyakan terjadi di Madura sisi Utara. Tinggal dipetakan untuk melakukan upaya perbaikan melalui berbagai ikhtiar, penegakan hukum, pendidikan dan sebagainya. Semoga peristiwa semacam ini tidak terulang lagi dan lenyap dari pulau Madura.
Untuk sekedar mengingatkan kepada siapapun dan dengan cara apapun, upaya saling membunuh bukan solusi terbaik malah akan memicu masalah besar lainnya di belakang hari, bahkan lebih berat di akhirat kelak, sebagaimana Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam:
«ﺇﺫا اﻟﺘﻘﻰ اﻟﻤﺴﻠﻤﺎﻥ ﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎ ﻓﺎﻟﻘﺎﺗﻞ ﻭاﻟﻤﻘﺘﻮﻝ ﻓﻲ اﻟﻨﺎﺭ»، ﻓﻘﻠﺖ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﻫﺬا اﻟﻘﺎﺗﻞ ﻓﻤﺎ ﺑﺎﻝ اﻟﻤﻘﺘﻮﻝ ﻗﺎﻝ: «ﺇﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﺣﺮﻳﺼﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﺘﻞ ﺻﺎﺣﺒﻪ»
“Jika ada 2 orang Islam dengan membawa senjata maka pembunuh dan korban yang dibunuh berada di neraka”. Sahabat bertanya: “Wahai Nabi. Kalau pembunuh sudah jelas. Bagaimana dengan korban yang dibunuh bisa masuk neraka?” Nabi bersabda: “Korban sebenarnya juga berniat akan membunuhnya” (HR Bukhari) (*)
Suramadu, 19 November 2024