Keadaan pademi Covid-19 tak kunjung hilang. Seluruh sektor ekonomi menjadi terdampak. Salah satunya adalah petani ulat sutra di Pasuruan. Padahal usaha petani ulat sutra bernilai tinggi. Ulat sutra akan diproduksi menjadi kain sutra bermotif batik. Akan tetapi, pasar lokal dan luar negeri menutup transaksi lantaran adanya pademi Covid-19.
“Saat ini petani ulat sutra tidak bisa mengembangkan menjadi kain sutra bermotif batik karena pangsa pasar luar negeri pengiriman bahan baku khususnya Jerman, Filipina, dan Australia menutup segala hubungan dari luar, bahkan pasar dalam negeri pun tak ada peminat.” Ujar Anton, Salah satu petani ulat sutra.
Usaha budidaya ulat sutra yang berada di desa Sentul, kecamatan Purwodadi, kabupaten Pasuruan ini hanya sebatas usaha rumahan sederhana. Proses pembuatan kain sutra bermula dengan memelihara ulat sutra hingga menjadi kepompong. Setelah itu, kepompong dimasak dan dilakukan pemintalan. Terakhir, proses penenunan benang sutra ulat sutra menjadi kain serta dilakukan proses pewarnaan alami dari dedaunan. Harga satu meter kain sutra ini bernilai satu juta rupiah.
Dengan demikian, pemerintah harus cepat tanggap untuk mengembalikan usaha rumahan yang bernilai tinggi ini. Sehingga, perekonomian masyarakat kembali normal saat pademi. Pemerintah juga bisa memngembangkan usaha ulat sutra ini menjadi wisata dan tempat edukasi agar bisa menarik masyarakat untuk mengetahui proses pembuat ulat sutra menjadi kain sutra. (ak/rik)