Oleh DR. Tri Chandra Aparianto, Sejarawan, Asisten Staf khusus Wapres RI bidang ekonomi dan kemiskinan
Tidak banyak warga di negeri, termasuk kaum Nahdliyyin yang memahami bahwa menyimpan arsip merupakan bagian penting untuk membangkitkan semangat nasional. Adalah KH Moenasir Ali, seorang tokoh NU yang lebih dikenal pejuang melawan kolonial. Danyon Condromowo sang pemberani dari Mojokerto yang lahir pada tanggal 2 Maret 1919, meninggal pada 11 Januari 2002 dalam usia 83 tahun di RS Pelni Petamburan Jakarta.
Seabrek pengalaman jabatan di organisasi, seperti pada pertengahan tahun 1960-an menjadi sekretaris Persatuan Tani NU (Pertanu). Sekaligus ikut mendirikan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Pengalaman berkarier di dunia politik, yakni menjadi anggota DPR selama dua puluh tahun sampai tahun 1987. Sementara itu di NU, KH Moenasir Ali pernah menjadi Sekretaris Jenderal PBNU 1979, Mustasyar 1984, Rois syuriah 1989, dan Mustasyar 1994. Kemudian terakhir ia menjadi salah satu deklarator PKB tahun 1998.
Selain seabrek aktifitas di atas, terdapat satu peran yang tidak bisa diremehkan. Nama KH Moenasir Ali oleh pimpinan Arsip Nasional RI dikenal sebagai tokoh yang memiliki kesadaran sejarah sangat tinggi. Bersama rombongan kyai-kyai NU, dipimpin KH Moenasir Ali secara resmi menyerahkan dokumen-dokumen yang ada di NU untuk diselamatkan. Datang dengan ciri khas kyai NU sarung dan peci, namun bersepatu. Begitu kenang petinggi ANRI. NU berperan sangat penting sejak sebelum berdirinya republik hingga saat ini. Karenanya apa yang telah dilakukan NU selama ini memiliki nilai sejarah yang tinggi dan ini harus diketahui oleh generasi yang akan datang.
Bob Marley, penyanyi Regge yang terkenal hanya melantunkan bait “in this great future, you can’t forget your past.” Namun apa yang dilakukan KH Moenasir Ali melebihi itu dengan tindakan, yakni menyelamatkan dokumen NU dari masa lampau. Bagi KH Moenasir Ali perkembangan suatu negeri, termasuk ilmu pengetahuan didalamnya, sepenuhnya hanya dapat ditelusuri dari sejarah. Perkembangan Republik ini juga bisa dilacak dari sejarah NU, namun jika NU tidak memiliki dokumentasi yang baik, dikhawatirkan literatur tentang NU dan perkembangan negeri imin akan sulit dilacak. Dari sini peran KH Moenasir Ali yan saat itu menjabat sebagai Syuriyah PBNU mengumpulkan dokumen-dokumen NU yang tercecer dan menyerahkan ke Arsip Nasional.
Tindakan KH Moenasir Ali dalam perspektif metodologi sejarah merupakan suatu tindakan yang ingin menjelaskan peristiwa sejarah yang sedang berlangsung. Kyai-kyai NU sangat terkenal dengan nilai ketawadlu’an, merendah. Tindakan apapun tidak perlu ditonjolkan, ikhlas dan profetik semata. Bahkan tidak mau diceritakan, bahkan dicatat.
Penyerahan dokumen-dokumen NU oleh KH Moenasir Ali adalah tindakan narasi awal yang perlu dibaca oleh publik tentang keterlibatan tokoh-tokoh NU di republik ini. Narasi penyerahan dokumen itu, KH Moenasir Ali ingin menjelaskan secara gamblang bahwa terdapat peristiwa-peristiwa kecil pembentuk narasi besar kehadiran bangsa ini, yang itu hadir dari kyai-kyai NU. Oleh karena itu penulisan tentang peristiwa dan tokoh-tokoh NU menjadi penting untuk menjadi gambaran utuh bangsa Indonesia.
Selain itu, tindakan KH Moenasir Ali juga harus dibaca untuk menuliskan peranan NU di masa lalu tersebut mengharuskan adanya kolaborasi antara ilmu sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya guna melacak kausalitas gerak historis yang kompleks dari suatu peristiwa sejarah. Karena lagi-lagi peranan tokoh-tokoh NU sering kali ter(di)sembunyi(kan) dalam lipatan cerita sejarah. Kolaborasi menuliskan ulang seperti itu dapat mengantarkan hadirnya sejarah analitis dari peristiwa yang benar-benar terjadi.
Sekali lagi, tindakan menyerahkan dokumen-dokumen NU ke ANRI oleh KH Moenasir Ali dan kyai lainnya terlihat biasa saja, karena dalam rangka menyelamatkan kertas-kertas yang gampang rusak karena iklim tropis yang lembam. Padahal jauh lebih dari itu, kyai-kyai tidak ingin generasi mudah meninggalkan sejarah, NU dan bangsa ini karena masih bersama cerita-cerita masa lampau. Dan narasi masa lampau itu perlu terus dijelaskan dalam rangka membangun kesadaran sejarah. (*)