PT Agel Langgeng Buka Suara Terkait PHK Massal di Perusahaannya

Surabaya, Jurnal9,tv – PT Agel Langgeng akhirnya angkat bicara terkait  PHK massal yang dilakukan oleh perusahaan produksi kembang gula ini. Sedikitnya, 45 persen buruh sudah menerima haknya sesuai aturan perundangan. Sedangkan sisa buruh lain yang menolak saat ini masih dalam  proses hukum. Pihak PT Agel Langgeng juga menegaskan bahwa perusahaan ini tidak terkait dengan perusahaan Kapal Api dan semua tanggung jawab ratusan buruh menjadi tanggung jawab PT Agel Langgeng.

Di hadapan awak media, direktur PT Agel Langgeng menejelaskan bahwa PHK massal yang dilakukan oleh perusahaan yang berlokasi di Pasuruan ini terpaksa harus dilakukan untuk efisiensi perusahaan. Meski demikian, perusahaan bertangung jawab atas hak yang harus dibayarkan kepada buruh.

Sedikitnya, 45 persen dari total buruh yang di PHK telah menerima hak pesangonnya sebagai konsekuensi atas penutupan pabrik. Sementara itu 150 buruh lain yang menolak saat ini tengah berproses hukum di dinas tenaga kerja kota pasuruan dan memasuki tahap mediasi.

Kuasa hukum PT Agel Langgeng menegaskan kliennya telah memenuhi kewajibannya dengan membayarkan hak buruh sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dan atas persoalan yang saat ini dihadapi oleh PT Agel Langgeng, sama sekali tidak terkait dengan perusahaan manapun. 

“Itu tidak ada kaitannya dengan perusahaan lain, tidak ada kaitannya. Atau dikait-kaitkan dengan PT Santos Jaya Abadi atau Kapal Api, gak ada kaitannya. 150 orang ini tanggung jawab sepenuhnya PT Agel Langgeng untuk menyelesaikan sebagaimana kewajiban undang-undang yang telah dilakukan terhadap penyelesaian 123 orang,” jelas Atmari, kuasa hukum PT Agel Langgeng.

Sementara itu, Apindo Jatim menilai bahwa apa yang dilakukan oleh PT Agel Langgeng ini sudah sesuai prosedur. Apindo juga meminta kepada para buruh untuk menyalurkan aspirasinya di saluran yang tepat dan bukan melakukan aksi di rumah pimpinan perusahaan, apa lagi yang tidak terikat dengan perusahaan yang tengah bersengkata dengan buruh. Karena hal tersebut dapat mengganggu iklim investasi. (mrj/swp)