Surabaya, Jurnal9.tv – Perjuangan masyarakat Indonesia tak berhenti usai diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia. Pertempuran masih berlanjut, karena pasukan Belanda enggan hengkang dari bumi Indonesia.
Hingga dua bulan setelah kemerdekaan, tepatnya pada 19 September 1945, Terjadi insiden tembak menembak di Hotel Oranje antara pasukan Belanda dan para pejuang Hizbullah Surabaya. Seorang kader Pemuda Ansor bernama Cak Asy’ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru, sehingga hanya tertinggal Merah Putih.
Kemudian Terjadi perebutan dan pengambilalihan senjata dari markas dan gudang-gudang senjata Jepang oleh laskar-laskar rakyat, termasuk Hizbullah.
Bersamaan dengan situasi Surabaya yang makin mencekam, Laskar Hizbullah Surabaya dipimpin KH Abdunnafik melakukan konsolidasi dan menyusun struktur organisasi. Dibentuk cabang-cabang Hizbullah Surabaya dengan anggota antara lain dari unsur Pemuda Ansor dan Hizbul Wathan. Diputuskan :
- Pimpinan Hizbullah Surabaya Tengah
Hussaini Tiway dan Moh. Muhajir
- Pimpinan Surabaya Barat
Damiri Ichsan dan A. Hamid Has
- Pimpinan Surabaya Selatan
Mas Ahmad, Syafi’i, dan Abid Shaleh
- Pmpinan Surabaya Timur
Mustakim Zain, Abdul Manan, dan Achyat
Kemudian lascar Hizbullah bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bentukan pemerintah. Usai Kongres Umat Islam di Yogyakarta, dan pengukuhkan Resolusi Jihad Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai kebulatan sikap merespon makin gentingnya keadaan pasca ultimatum AFNEI.
Lakar Hizbullah Surabaya dan dari berbagai penjuru memasuki Surabaya untuk memertahankan kemerdekaan Indonesia dalam pertempuran 10 november, yang kini dikenal sebagai Hari Pahlawan. (snm)