SURABAYA – Program Organisasi Penggerak (POP) oleh Kementerian Pendkdikan dan Kebudayaan RI terus menuai kritik. Kali ini dari Jawa Timur. Pengasuh Pondok Pesantren Progresif Bumi Sholawat KH Ali Mashoeri serta Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Prof Akh Muzakki, Grand, SEA, MAg, MPhil, PhD. Kedua tokoh ini menilai program POP cacat dan blunder.
“Sebagai Ketua Dewan Pendidikan, saya berpendapat akan lebih baik bila Kemdikbud membatalkan program POP, ini ” ujar Prof Muzakki.
Prof Muzakki menilai sudah seharusnya bila program ini dihentikan bukan sekadar ditunda mengingat POP cacat, bahkan sejak sebelum lahir. Polemik hari ini adalah bukti bahwa problem program ini ada sejak sebelum lahir.
Cacat program POP, menurut guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya dimulai sejjak dari sumber gagasan. Prof Muzakki mencatat beberapa cacat gagasan, antara lain tidak orisinil berbasis kondisi sosial, tidak berbasis permasalahan dan kebutuhan publik serta tidak mengakomodasi disparitas sosial demografi. Dari fakta penunjukan organisasi penggerak, kelihatan bahwa Kemdikbud tidak mengenal pemangku kepentingan internal bangsa, terutama pelaku pendidikan berbasis masyarakat yang sudah sejak lama aktif bergerak.
“Nah, keluarnya NU, Muhammadiyah dan PGRI itu mewakili akibat dari cacat bawaan itu,” lanjutnya.
Sementara itu, KH Agoes Ali Masyhuri yang juga Wakil Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur memberikan nasihat Presiden agar dalam menunjuk orang mengurusi hal penting seperti pendidikan harua dserahkan pada sosok yang tepat. Segala sesuatu perkara yang diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.
Kiai Ali Masyhuri menilai Menteri Nadiem melakukan blunder saat memberi hibah dana kepada lembaga milik konglomerat, Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation. Ini menunjukkan bahwa Menteri Nadiem tidak mengerti soal pendidikan dan tidak mengerti atau lupa bahwa NU dan Muhammadiyah sudah terbukti dan teruji menggerakkan pendidikan bahkan sebelum Indonesia merdeka.
“Ingat, NU dan Muhammadiyah adalah pendiri republik tercinta ini,” tegasnya.
Sebagai diberitakan sebelumnya, NU, Muhammadiyah dan PGRI mundur dari POP. Ini menyusul kontroversi ditetapkannya Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation, dua lembaga milik korporasi besar. Merespons hal ini Menteri Nadiem Makarim menyatakan akan menunda dan melakukan evaluasi lanjutan terhadap program ini. Nadiem juga menyebutkan bahwa Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation tidak akan menggunakan dana pemerintah
(hkm/shk)
Add Comment