Surabaya, Jurnal9.tv – Murid di mana pun dan kapan pun hendaknya tidak melupakan guru yang dulu pernah mengajar dan membimbingnya. Sejatinya Hubungan guru dan murid tidak selesai begitu saja setelah lulus. Hubungan ruhani antara murid dan guru akan terus terkoneksi.
Ada hubungan spesial antara murid dan guru, yaitu Keberkahan Ilmu, dimana bisa juga menjadi ‘mberkahi’ kehidupan murid. Bisa memperoleh ilmu dan suatu pencapaian hidup, tidak lepas dari peran seorang guru yang dulu membekalinya ilmu dan doa setiap saat.
من لم يعرف الأصول حرم عن الوصول
Siapa yang melupakan asalnya, maka sulit untuk mencapai kesuksesan.
Muhamad Abror Pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, dalam NU Online Jatim menulis, cara untuk menjaga dan memperkuat hubungan kiai dan santri adalah dengan sowan. Sowan merupakan tradisi bersilaturahim kepada kiai atau kepada guru dan atau kepada orang yang dianggap berjasa dalam hidup seseorang.
Imam Al-Ghazali juga menjelaskan Mengenai hubungan guru dengan seorang murid,:
يَحْتَاجُ المُرِيدُ إِلَى شَيْخٍ وَأُسْتَاذٍ يَقْتَدِي بِهِ لَا مَحَالَةَ لِيَهْدِيهِ إِلَى سَوَاءِ السَّبِيلِ، فَإِنَّ سَبِيلَ الدِّينِ غَامِضٌ، وَسُبُلَ الشَّيْطَانِ كَثِيرَةٌ ظَاهِرَةٌ. فَمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ يَهْدِيهِ، قَادَهُ الشَّيْطَانُ إِلَى
طُرُقِهِ لَا مَحَالَةَ. فَمَنْ سَلَكَ سُبُلَ البَوَادِي المُهْلِكَةِ بِغَيْرِ خَفِيرٍ فَقَدْ خَاطَرَ بِنَفْسِهِ وَأَهْلَكَهَا، وَيَكُونُ المُسْتَقِلُّ بِنَفْسِهِ كَالشَّجَرَةِ التي تَنْبُتُ بِنَفْسِهَا فَإِنَّهَا تَجِفُّ عَلَى القُرْبِ، وَإِنْ بَقِيَتْ مُدَّةً وَأَوْرَقَتْ لَمْ تُثْمِرْ، فَمُعْتَصَمُ المُرِيدِ شَيْخُهُ، فَلْيَتَمَسَّكْ بِهِ
Artinya: Seorang murid harus memiliki sosok syaikh dan guru yang diikuti dan menuntunnya ke jalan yang banar. Jalan agama begitu terjal, sementara begitu banyak jalan-jalan setan. Barangsiapa yang tidak memiliki guru, maka setan akan menyesatkan jalannya. Seperti orang yang melewati sebuah pedalaman berbahaya tanpa pemandu, maka akan sangat mengancam keselamatannya. Orang yang tanpa guru, laksana pohon yang tumbuh tanpa diurus. Dalam waktu dekat akan mati. Andai pun pohon itu hidup dalam waktu yang lama, tak akan berbuah. Penjaga murid adalah gurunya. Berpeganglah padanya. (lihat Ihya ‘Ulumiddin, juz 1, halaman 98)
Pertama, guru adalah petunjuk jalan bagi murid. Ibarat orang yang sedang menjelajahi hutan rimba yang baru saja dijejakinya. Tanpa petunjuk, sangat mungkin tersesat. Bahkan, nyawa bisa menjadi taruhannya.
Kedua, guru merupakan orang yang merawat si murid. Tanpa perawatan guru melalui ilmu yang diajarkan serta upaya-upaya zahir dan batin yang diberikannya, tidak mungkin seorang murid mampu meraih apa yang hendak dicapainya.
Murid harus menjaga tata karma saat berinteraksi dengan gurunya. Misalnya, tidak meletakkan tangan atau anggota tubuh di atas barang yang biasa digunakan guru, menggunakan tangan kanan atau kedua tangan apabila menerima sesuatu dari guru, menyiapkan kebutuhan guru sebelum mengajar, dan lain sebagainya.
Hal itu hendaknya dilakukan semata-mata karena Allah dan memuliakan guru, bukan karena lainnya. Semoga Allah memberikan keberkahan hidup bagi kita semua. (snm)