Transformasi Pendidikan Digital: Pemerintah Dorong Pembelajaran Mendalam untuk Asah Berpikir Kritis

Jakarta, jurnal9.tv -Fondasi utama pendidikan dasar bukan hanya kecerdasan teknologi, akan tetapi kemampuan berpikir kritis dan bersikap bijak terhadap arus informasi yang tak terbatas. Hal ini menjadi bahasan mengenai arah pendidikan di era kecerdasan buatan dan disrupsi digital pada Konferensi Pendidikan Indonesia di Kantor Dinas, Jakarta (15/5). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Lingkar Daerah Belajar (LDB) bersama dengan Dinas Pendidikan Jakarta yang dihadiri sejumlah narasumber diantaranya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Pratikno; Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid; Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq; dan Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Najeela Shihab.

Dalam sesi diskusi, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, mengungkapkan jika kecerdasan buatan (AI) upaya untuk memperkuat lintas sektor dalam penyelenggaraan pendidikan. “Kami ingin membangun partisipasi semesta artinya semua pihak dapat terlibat di dalamnya. Kita sering menekankan bahwa keberhasilan program Kementerian itu tidak lepas dari kolaborasi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat karena urusan pendidikan adalah tanggung jawab bersama”, ucap Wamen Fajar.

Lebih lanjut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, menegaskan bahwa penguatan ekosistem pendidikan menjadi kunci dalam menjawab berbagai disrupsi, mulai dari krisis iklim hingga teknologi kecerdasan buatan (AI). Dalam forum yang turut dihadiri oleh Kepala Daerah dan jajaran organisasi perangkat daerah lintas sektor, Menteri Pratikno mengingatkan agar literasi digital dan kecakapan berpikir kritis dibangun sejak usia dini untuk mencegah anak menjadi korban arus informasi tanpa filter.

Pembelajaran Mendalam, Koding dan Kecerdasan Buatan di Ajaran Baru

Wamen Fajar menyoroti bahwa tantangan yang ada di era disrupsi digital, dimana masyarakat Indonesia antusias menyambut perkembangan kecerdasan buatan namun tingkat literasi digital masih tergolong rendah. “Dalam konteks inilah kita melihat relevansi penerapan pembelajaran mendalam (deep learning) sebagai pendekatan pembelajaran di sekolah,” tuturnya. Ia menjelaskan bahwa pembelajaran mendalam itu membuat siswa untuk lebih berorientasi kepada kualitas pemahaman dibandingkan kuantitas materi yang diajarkan maka critical thinking siswa akan terasah.

Menariknya, Wamen Fajar menjelaskan pembelajaran mendalam akan diterapkan pada ajaran baru sebagai bagian dari upaya Kemendikdasmen untuk menumbuhkan budaya berpikir kritis. Lebih dari itu, Kemendikdasmen juga mendorong pembelajaran koding dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) di sekolah sebagai mata pelajaran pilihan, yang dapat menjadi mata pelajaran terpisah atau ekstrakurikuler.

“Intinya adalah pembelajaran koding dan kecerdasan buatan adalah mengajari anak-anak kita dengan computational thinking yaitu berpikir menggunakan data. Siswa dilatih untuk punya etika dan bertanggung jawab ketika menggunakan kecerdasan buatan”, jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menekankan bahwa digitalisasi pendidikan dapat berperan sebagai penyeimbang terhadap dampak negatif penggunaan teknologi digital di kalangan anak-anak. “Kita meyakini bahwa sektor pendidikan ini terdigitalisasi, mereka akan menjadi pengguna digital yang lebih cerdas. Dengan kita biasakan untuk menggunakan digital dalam kerangka pendidikan, justru dapat mereduksi sisi negatifnya,” jelasnya.

Menteri Meutya juga menekankan urgensi regulasi nasional yang mengatur usia minimal penggunaan media sosial dan perlunya kolaborasi lintas sektor agar kebijakan ini berdampak nyata di sekolah dan daerah. “Sebanyak 48 % pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak berumur dibawah 18 tahun, dimana mereka tersasar perundungan, pornografi dan judi online. Ini yang membuat kita merasa bahwa kita harus membuat regulasi di tingkat pemerintah pusat dimana negara kita akan menerapkan penundaan usia dengan klasifikasi 13, 16 dan 18 tahun,” jelasnya.

Ia juga menambahkan jika langkah selanjutnya setelah peraturan ini keluar adalah pembatasan penggunaan telpon genggam di sekolah dan mengharapkan dukungan dari semua pihak agar kebijakan ini bisa terlaksana denghan baik.

Konferensi Pendidikan Indonesia 2025

Konferensi Pendidikan Indonesia (KPI) 2025 adalah forum yang mempertemukan pemangku lintas sektor dari berbagai daerah, memperkuat kolaborasi nyata dalam mendorong transformasi pendidikan berbasis praktik baik untuk pemerataan kualitas pendidikan yang inklusif dan berkeadilan. KPI 2025 menghadirkan berbagai mulai dari dialog kebijakan berpihak kepada anak, lokakarya, pameran inovasi pendidikan, hingga sesi belajar bersama anak. Forum ini juga dihadiri oleh perwakilan kementerian terkait, mulai dari Kemendagri, Kemendiktisaintek, Kemendikdasmen, KemenPPPA, Kemkomdigi, dan Kemenag, serta melibatkan Kanwil Kemenag.

Harapannya KPI dapat menjadi ruang refleksi tahunan dengan mempertemukan aktor-aktor kunci pendidikan untuk menguatkan kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah daerah, pendidik, komunitas, anak, pelaku usaha dan industri, masyarakat sipil, dalam mendorong perubahan dari tingkat akar rumput.