Warga Girilaya Sampaikan Kecemasan Zonasi di PPDB ke Legislator Cahyo

Surabaya, jurnal9.tv -Warga RT 04, RW 08, Girilaya, Surabaya mulai cemaskan dengan sistem zonasi di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Meskipun PPDB baru dibuka sekitar tiga bulan mendatang. Kecemasan itu disampaikan warga dihadapan Anggota DPRD Jatim,  Cahyo Harjo Prakoso saat serap aspirasi di kawasan Girilaya, Senin 24 Februari 2025 malam.

Warga cemas dengan sistem zonasi, khawatir anaknya tidak bisa masuk sekolah negeri karena sekolah di kawasan Girilaya tidak banyak jumlahnya. Sementara lulusan SMP banyak, sehingga harus bersaing ketat. Terutama warga yang rumahnya dekat dengan SMA negeri.

“Kami bingung kalau menjelang pendaftaran sekolah nanti. Karena disini sekolah negeri sangat terbatas jumlahnya. Sementara sekolah swasta biayanya mahal,” ujar salah satu warga yang meluapkan uneg-unegnya dihadapan Anggota DPRD Jatim, Cahyo.

Warga meminta agar ditambah sekolah negeri di kelurahannya. Dengan berbagai bisa mengakomodir banyak murid yang baru lulus SMP.

Menanggapi hal tersebut, Cahyo menjelaskan, bahwa mendirikan sekolah negeri tidak semudah membalikkan tangan. Mengingat banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah kejelasan tanah yang akan dibuat mendirikan sekolah negeri.

“Tanah harus jelas kepemilikannya. Apakah punya Pemerintah atau masyarakat. Jangan sampai nanti tanah itu dianggap tidak bertuan, begitu dibangun sekolah, anak turunan pemilik tanah tiba-tiba muncul dan menggugat. Kan lucu kalau begini,” ujar Cahyo.

Selain kejelasan tanah, Anggota Komisi E DPRD Jatim itu menerangkan bahwa biaya membangun sekolah baru tidaklah kecil. Maka harus dipertimbangkan lokasi dengan jumlah penduduk sekitar. Kalau dalam satu kecamatan sudah ada satu atau dua sekolah, maka tidak perlu dibangun lagi.

Politisi asal Partai Gerindra itu memahami jumlah lulusan SMP tidak seimbang dengan sekolah negeri yang ada. “SMA negeri hanya mampu menampung 60 persen dari lulusan SMP. Sisanya 40% di swasta,” bebernya.

Nantinya tidak lagi PPDB, namun menjadi SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru). Dimana SPMB tidak zonasi, tetapi menerangkan wilayah.

Menurut Cahyo, salah satu solusi pemerintah adalah meningkatkan kualitas sekolah swasta  dan biayanya bisa dijangkau masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu, Komisi E mendorong Pemprov Jatim menggenjot Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP).

Program ini sebagai penyediaan pendanaan biaya penunjang operasional personalia dan non personalia bagi SMA/SMK Negeri dan swasta yang bersumber dari dana APBD.

“Jadi bapak ibu tidak usah bingung. Anaknya bisa disekolahkan swasta. Karena sudah dibantu BPOPP sehingga kualitasnya juga bagus dan biayanya bisa dijangkau,” terangnya.

Selain PPDB zonasi, Cahyo juga akan memperhatikan aspirasi kaum difabel. Ia akan menindaklanjuti dan meneruskan aspirasi warga ke dinas terkait tentang pelayanan pemenuhan hak-hak pendidikan kesehatan. Mengingat saat ini Komisi E sedang membahas revisi Perda Jatim nomor 3 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pelayanan Penyandang Disabilitas.

“Kita susun naskah akademiknya karena perda menyesuaikan undang-undang yang baru terkait disabilitas. Yang penting kita bisa menjamin kaum disabilitas mendapatkan hak pendidikan yang sama,” ucapnya.

Cahyo menilai kaum disabilitas harus mendapatkan hak dalam mendapatkan pekerjaan yang sama dengan orang umum. Maka Pemprov Jatim harus kerjasama dengan industri agar memberi porsi khusus terhadap kaum disabilitas. Apalagi menjadi PNS, dengan kondisi yang memungkinkan, disabilitas bisa menjadi abdi negara.

“Kita kaji terus ini baru awal penyusunan naskah akademik, karena sama-sama warga Indonesia dan negara harus bertanggung jawab untuk menjaga kehidupan mereka,” pungkasnya.