Surabaya, jurnal9.tv -Pemerintah Kota Surabaya sedang getol melakukan revitalisasi Kota Lama sebagai landmark dan destinasi kota, sekaligus menjadi ruang publik untuk interaksi sosial warga kota. Langgar Gipo, sebagai mushalla tua berusia 300 tahun di Kawasan Ampel adalah saksi sejarah pergerakan dan dimasukkan sebagai salah satu destinasi Kota Lama dan menjadi Cagar Budaya Kota Surabaya.
Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, Sabtu (15/6) kemarin meresmikan Langgar Gipo yang baru selesai direnovasi sebagai bagian revitalisasi Kota Lama sekaligus Cagar Budaya. Hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur, Prof KH Ali Maschan Moesa, Ketua MUI Kota Surabaya, KH. Muhith Murtadho, keluarga keturunan Hasan Gipo yang tergabung dalam Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA) dan sejumlah undangan. Peresmian ini juga menandai Langgar Gipo masuk sebagai destinasi Wisata Kota Lama Surabaya, mendahului peresmian Tiga zona Kota Lama Sirabaya yang rencananya akan digelar pada 23 Juni 2024.

Menurut Eri, ada tiga kawasan Kota Lama di Kota Surabaya yang akan direvitalisasi, lengkap dengan tematik sesuai aspek kesejarahannya. Ketiga kawasan itu, seputaran Jembatan Merah yang banyak berdiri gedung peninggalan Belanda dengan arsitektur Eropa, kawasan Kya-Kya di Jalan Kembang Jepun yang bernuansa Cina atau Pecinan dan Kawasan Ampel yang menampilkan warna Arab dan Timur Tengah. “Nah, Langgar Gipo ini masuk dalam kawasan tematik Arab karena berada di Kawasan Ampel,” imbuhnya.
Konsep besar Revitalisasi Kota Lama, lanjut Eri, perpaduan antara interaksi publik, ekonomi kreatif dan edukasi kesejarahan. Dengan trotoar yang indah dan plasa kota yang lebar, maka interaksi publik bisa diciotakan, dimana warga bisa bercengkerama penuh keakraban khas. “Kota Lama juga akan memacu tumbuhnya ekonomi kreatif baik bisnis kuliner, seni, creative space serta bisa memancing bergeraknya ekonomi kaum muda,” rincinya.
Melalui Revitalisasi Kota Lama, Eri ingin menunjukkan Surabaya sebagai kota yang mempertemukan berbagai pihak dari penjuru daerah bahkan dunia, dari beragam latar belakang, yang membentuk wajah humanis Kota Pahlawan sampai saat ini. Sejumlah kantor milik BUMN di seputaran kawasan Kota Lama juga akan dikolaborasikan menjadi ruang kreatif bagi anak-anak muda Surabaya. “Untuk mobolitas warga, di titik-titik kawasan itu akan diintegrasikan dan disambungkan dengan transportasi umum, Suroboyo Bus dan feeder Wira-Wiri Suroboyo,” terangnya.
Langgar Gipo Cagar Sejarah Perjuangan
Langgar Gipo atau Musholla Bani Gipo berada sekitar 1 kilometer arah barat Masjid Agung Ampel di Surabaya Utara, atau tepatnya di Jalan Kalimas Udik I/51, Surabaya. Langgar Gipo sudah ditetapkan Pemkot Surabaya sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan SK Walikota Surabaya No. 188.45/63/436.1.2/2021 tanggal 22 Februari 2021.
Ketua Yayasan IKSA HA Wachid Zein menyebut Langgar Gipo itu didirikan oleh keluarga Sagipoddin atau Gipo pada tahun 1717 M, sebagaimana tercantum dalam tetenger pada geladak langgar. Nama Gipo itu julukan keluarga, nama aslinya Haji Abdul Latief Bin Kamaludddin Bin Kadirun atau H Abdul Latief Sagipodin. Nama Gipo menjadi bagian dari sejarah pergerakan Indonesia, karena salah satu keturunananya, yakni H Hasan Basri Sagipoddin atau terkenal dengan Hasan Gipo (1869-1934) ditunjuk Kiai Wahab Chabullah sebagai Ketua Pertama Organisasi Nahdlatul Ulama saat didirikan pada 1926. “Sejak saat itu, Langgar Gipo juga berfungsi menjadi bagian dari perjuangan Nahdlatul Ulama, tempat bertemunya para pimpinan pergerakan Islam lainnya termasuk Muhammadiyah, juga sebagai tempat penggemblengan para pejuang” terang Wachid.
Dalam catatannya, Langgar Gipo berusia 307 tahun pada 2024, namun sejak dibangun, Langgar Gipo baru disertifikatkan oleh anaknya Gipo yakni H Tarmidzi pada April 1830, sebagai langgar atau surau keluarga. Pada era Hasan Gipo, dilakukan optimalisasi fungsi langgar dengan menampung jamaah haji kapal laut. “Langgar Gipo ini juga tercatat sebagai tempat singgah perwakilan Komite Hijaz untuk berangkat ke Arab Saudi lewat jalur laut,” tegasnya.
Langgar Gipo memilki luas 209 meter persegi, ukuran lebar 11 meter, panjang 20 meter. Keramik lantai Langgar Gipo sama persis dengan Masjid Ampel(yang didirikan 1420 M) dan belum mengalami perubahan. April hingga Mei 2024 langgar, Langgar Gipo direnovasi oleh Pemkot Surabaya, serya dilakukan pergantian nama jalan menjadi Jalan Kalimas Udik. “Sebelumnya, nama jalan di Langgar Gipo sejak saat era Gipo dikenal sebagai Jalan Kampung Baru Gipo,” tambah Wachid.
Di era terdahulu, Gipo adalah saudagar besar, importir beras, mendatangkan tekstil dari India, eskportir palawija ke Pakistan, India, Arab dan Persia. Gipo juga memiliki kapal dan pergudangan di wilayah Kalimas, serta memiliki penginapan di Surabaya.
“Mbah Gipo Sepuh membangun Langgar Gipo di kawasan pergudangan Kalimas Udik dan dekat Kalimas, agar para karyawan tetap melakukan ibadah,” kenangnya. (*)