Jakarta, jurnal9.tv -Aspirasi dan desakan agar Indonesia memiliki Perundangan yang mengatur perampasan aset untuk mencegah maraknya korupsi, semakin menguat. Aspirasi itu, tidak saja datang dari masyarakat dan Presiden Joko Widodo, tetapi juga menjadi agenda internasional, dimana Indonesia terikat untuk menerapkannya.
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Prof. Dr. Rumadi Ahmad menyampaikan bahwa arahan Presiden terkait RUU Perampasan Aset ini adalah sinyal bagi DPR untuk dapat segera membahas dan mengesahkan beleid yang sangat penting ini, di dalam masa sidang periode DPR 2019-2024.
Rumadi menjelaskan Sejak Surat Presiden dikirim ke DPR Mei 2023, sudah lebih dari 5 kali secara terbuka Presiden mendorong percepatan pembahasan. “Respon dan dukungan publik yang positif dan sebesar ini terhadap RUU Perampasan Aset seharusnya menjadi modal penting bagi anggota legislatif untuk lebih bersemangat membahasnya, jangan ditunda pembahasan ini hanya demi kepentingan politik jangka pendek,” ungkap Rumadi di Jakarta, Rabu (28/8). “Publik memiliki harapan tinggi terhadap penerbitan regulasi ini,” imbuhnya
KSP telah menyerap aspirasi dari berbagai lapisan masyarakat, baik pegiat anti korupsi, insan media, mitra pembangunan, serta ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang sangat mendukung substansi dan pengesahan RUU ini.
Selain melalui pernyataan, dukungan terhadap hal ini juga ditunjukan dengan memilih Ketua PPATK sebagai salah satu anggota Pansel Capim dan Dewas KPK, dimana PPATK adalah instansi penjuru dari RUU Perampasan Aset. Hal ini tentu dimaksudkan, agar seleksi Capim dan Dewas yang akan dikiri ke DPR ini juga merupakan calon yang memiliki rekam jejak, integritas, dan memiliki keberpihakan terhadap RUU Perampasan Aset.
Rumadi selaku Anggota Tim Pengarah Stranas Pencegahan Korupsi ini juga menyampaikan, bahwa selain dukungan dalam negeri, diterimanya Indonesia sebagai keanggotaan penuh FATF (Financial Action Task Force) bulan Oktober 2023 lalu adalah bukti nyata komitmen pemerintah untuk mewujudkan sistem keuangan yang lebih terpercaya dan akuntabel dalam rangka pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Terorisme.
“Peran dan Kontribusi aktif Indonesia sebagai anggota penuh FATF, G-20, Dewan HAM PBB, Keketuaan di ASEAN, serta dalam berbagai forum internasional adalah kepercayaan sekaligus tanggung jawab yang harus dijaga dan dipastikan pemenuhan komitmennya, tidak hanya oleh eksekutif, tetapi juga legislatif dan yudikatif,” pungkasnya. (*)