Bagi anda yang masih jomblo, pada bulan tertentu biasanya akan mendapatkan teror pertanyaan yang sama. Itu membosankan. Bahkan bisa bikin emosi. Apa itu? “Kapan menikah?”. Biasanya itu terjadi pada bulan syawal, hari raya idul fitri. Saat bertemu sanak saudara, teman-teman di kampung halaman, pertanyaan itu selalu muncul. Jika belum menikah, dan selalu ditanya pertanyaan yang sama, tentu bisa bikin darah mendidih. Kalau sudah begitu, kemudian bisa memutus relasi sosial. Daripada dibulli terus menerus dengan pertanyaan yang belum terjawab, lebih baik menjauh dari keramaian.
Dalam tradisi masyarakat Jawa khususnya, ada bulan-bulan tertentu yang diyakini sebagai bulan baik melangsungkan pernikahan. Bulan Dzulhijjah (haji), Jumadil Akhir, Rajab, Ruwah (Sya’ban) dan Syawal. Apakah di bulan selain itu tidak boleh melangsungkan pernikahan? Ya tentu boleh. Ini hanya soal keutamaan yang lazim di masyarakat. Sebab dalam setiap bulannya, tentu ada hari-hari yang bisa dipilih menjadi saat baik menikah. Jika harinya tidak ada yang baik, maka dicari jamnya yang baik, dan begitu seterusnya.
Jum’at, 31 Juli 2020 adalah hari raya Idul Adha. Dalam bulan Dzulhijjah ini, masyarakat banyak yang melangsungkan pernikahan. Ini sudah menjadi tradisi di masyarakat turun temurun. Kalau orang bilang, bulan buwuh (kondangan). Masyarakat harus bersiap dengan pengeluaran ekstra, karena akan banyak undangan pernikahan. Tetapi saat ini masih situasi pandemi, mungkin tidak akan sebanyak saat normal. Pernikahan dilangsungkan dengan cara sederhana. Mengundang sedikit orang, resepsi yang juga sederhana.
Nah, bulan dzulhijjah ini dalam kalender pranata mangsa (penataan waktu/musim), bertepatan dengan musim kemarau. Baik sebagian masuk pada mangsa pertama (22 Juni s/d 1 Agustus) dan mangsa kedua (2 Agustus s/d 25 Agustus). Kedua mangsa/waktu ini termasuk kategori kemarau. Jika mangsa pertama dilambangkan Sesotya murcå ing embanan (“Intan jatuh dari wadahnya” > daun-daun berjatuhan). Musim daun berguguran, karena panas kemarau. Musim ini ditandai dengan Daun-daun berguguran, kayu mengering; belalang masuk ke dalam tanah. Sedangkan mangsa kedua dilambangkan Bantålå rengkå (“bumi merekah”). Musim ini ditandai dengan tanah mengering dan retak-retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga.
Nah, anda bisa membayangkan, saat pengantin baru musim kemarau. Susah air. Bisa gawat kan? Bagaimana mandi junubnya, kalau air susah didapat. Tapi jaman sekarang soal air kan bisa diatasi dengan air PDAM. Jadi soal memenuhi kewajiban syar’ie ini insya Allah bisa teratasi. Tidak ada problem serius. Jadi, jika anda akan menikah di bulan Haji sekarang, kira-kira akan menghadapi beberapa soal tersebut. Situasi masa pandemi, musim kemarau, dan berbarengan dengan banyak pihak yang sama-sama melangsungkan pernikahan. Ini bisa jadi ajang adu pamer atau bahkan menjadi beban bagi orang-orang yang datang. Semuanya tergantung anda.
Penulis: Sururi Arumbani
Add Comment