Surabaya, Jurnal9.tv – Dalam rangkaian Annual Internasional Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023, salah satu rangkaian yang menarik perhatian peserta adalah hadirnya Forum Parallel Session. Forum ini menjadi ruang bertemunya para akademisi dalam pembahasan berkaitan dengan Jurnal yang dipresentasikan oleh para Panelis.
Dalam salah satu Pembahasan berkaitan dengan sub tema Fiqih and Public Policy, terdapat temuan-temuan menarik yang dilakukan oleh sejumlah peneliti. Menurut Nur Fitriatin Yamin sebagai Chair dalam sesi tersebut, terdapat dua poin penting berkaitan dengan fikih dan implementasi fikih dalam kehidupan sehari-hari.
“Untuk panel kali ini ada dua poin penting yang harus kita elaborasi. Pertama, terkait dengan Fikih itu sendiri kemudian Implementasi Fikih dalam kehidupan masyarakat,” ungkapnya usai acara, Rabu (03/05/23).
Menurut Dosen pengajar Manajemen Pendidikan Islam di UINSA Surabaya ini, para peneliti tidak hanya menggali Fikih ansih tetapi juga masuk dalam ruang Tasawuf Imam Al Ghazali.
“Yang menarik dari para panelis ini, mereka menggali tentang Fikih mulai dari Konsep Al-Ghazali tentang ruang-ruang yang tidak hanya mempelajari Fikih ansih tetapi fikih itu bisa masuk di ruang tasawuf,” jelasnya.
Dari ketiga peneliti yang telah mengemukakan gagasannya, pada intinya menurut Nur Fitriatin Yamin, adanya Integrasi antara Fikih dan kebijakan publik bisa terjadi sehingga memadukan nilai agama dan kebijakan pemerintahan.
“Intinya adalah bagaimana terjadinya Integrasi antara fikih dan public policy atau kebijakan. Hal ini tentu memadukan antara nilai keagamaan dan kebijakan pemerintahan,” sambungnya.
Dari ketiga penelitian tersebut, perempuan asal Tuban ini menyebut Political Fatwa NU merupakan konsep yang sangat efektif. Hal itu mengingat NU sebagai organisasi terbesar utamanya di Jawa Timur.
“Dari hasil penelitian para panelis, yang paling menarik adalah bagaimana Konsistensi NU dalam memberikan Political Fatwa,” tuturnya.
“Apalagi masyarakat kita utamanya di Jawa Timur ini masyarakat yang taat dan mayoritas Nahdliyyin,” sambungnya.
Ia merasa tertarik terhadap konsistensi Epistemologi, Metodologi hingga produk Fatwa yang dilakukan NU.
“Konsep-konsep yang dipakai mulai dari epistemologi, konsistensi metodologinya dan konsisten produk Fatwanya dan itu sangat menarik,” ungkapnya Nur Fitriatin.
Bahkan, ia merekomendasikan hasil penelitian para panelis ini bisa dipublikasikan untuk masyarakat.
“Saya sangat merekomendasikan kalau kemudian artikel-artikel ini dipublish sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat banyak,” kata dosen Fakultas Tarbiyah ini.
Baginya, Fikih tidak hanya digunakan untuk ibadah Mahdah melainkan juga sebagai landasan bagi semua aktivitas sehari-hari.
“Fikih itu tidak hanya dipahami sebagai Ibadah Mahdah tetapi juga menjadi landasan bagi semua aktivitas kehidupan masyarakat,” pungkasnya.
Penelitian berkaitan dengan Political Fatwa Nahdlatul Ulama sendiri ditulis oleh Muhammad Taufiq dari IAIN Madura dengan Judul “Fiqih of Civilization : The Concistensy of Nahdlatul Ulama’s Political Fatwa in Building Public Policy”. (zen/snm)