Kyai Said: Menurut Gus Dur, Kita Mewarisi Kekayaan Luar Biasa, Inilah Warisannya

Jombang, jurnal9.tv -Peringatan Haul ke-15 Gus Dur diadakan oleh Pesantren Tebuireng Jombang. Rangkaian kegiatan ini dimulai sejak 19 Desember 2024 dan puncaknya malam ini, 22 Desember 2024.

Hadir dalam acara Haul tersebut Mentri Agama RI Prof.Dr. Nasarudin Umar, Kepala Badan Haji Umrah, KH Irfan Yusuf, Pj Gubernur Jawa Timur dan beberapa pejabat lainnya. Selain itu acara haul ini diikuti oleh keluarga besar pesantren Tebuireng Jombang. KH Abdul Hakim Mahfudz atau lebih dikenal sebagai Gus Kikin yang sekaligus Ketua PWNU Jawa Timur serta gawagis dan nawaning pesantren Tebuireng. Masyarakat yang hadir memadati seluruh arena pesantren, jalan Raya Jombang-Pare depan pondok juga demikian dipadati oleh masyarakat yang hadir.

Prof.Dr.KH Said Aqil Siradj yang hadir memberi mau’idlah menyampaikan bahwa Gus Dur merupakan tokoh besar yang dimiliki bangsa Indonesia. Dia keturunan orang besar, membangun kebesarannya sendiri. Jarang orang seperti Gus Dur

Hubungan Kyai Said, demikian beliau sering disapa menyampaikan beberapa kenangan bersama Gus Dur. Salah satunya adalah tentang kekayaan yang dimiliki oleh orang NU.
“Ada empat kekayaan yang kita miliki. Pertama adalah banyaknya modal sosial berupa pengikut,” demikian ungkap Kyai Said yang pernah menduduki jabatan Ketua Umum PBNU dua periode. Bagi Gus Dur, para pendahulu, ulama telat mewariskan kepada penerusnya banyaknya jamaah, santri dan wara Nahdlatul Ulama yang demikian besar. Itu semua harus dijaga. Jangan menjadikan jamaah ini menjadi lemah di masa depan.

Warisan kekayaan kedua, kita mewarisi ilmu pesantren, berupa kutubus salaf, kitab kuning. Ini harus terus dirawat dan terus dipertahankan. Pesantren harus tetap menjaga tradisi ini, sebab itu adalah warisan kekayaan ilmu pengetahuan, ilmu agama dengan referensi yang valid dan otoritatif. Selain

Berikutnya adalah mewarisi simbolik dari para kyai. Seperti sarung, bedug. Kita kalau sholat pakai sarung sebagai simbol yang perlu dipertahankan. Itu yang membedakan antara santri dengan lainnya, meski tidak menjadi sarat sahnya sholat.

“Para kyai tidak mewariskan kekayaan dan kekuasaan (politik),” demikian pungkas Kyai Said.