Hari Santri, NU Care Galang Dana Revitalisasi Markas Para Ulama Jelang Pertempuran 10 November di Waru

Sidoarjo, jurnal9.tv -Wakil Rois Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur HM Sholeh Hayat mencanangkan penggalangan dana untuk renovasi dan revitalisasi eks gedung Markas Besar Oelama (MBO) Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, guna melestarikan bangunan bersejarah serta menguatkan semangat nasionalisme generasi muda.

“Menjelang pertempuran 10 November 1945, para ulama semula menggalang kekuatan di Markas Oelama Djawa Timur di Blauran, Surabaya, lalu bergeser ke Markas Besar Oelama di Waru, Sidoarjo hingga akhirnya bergeser lagi ke Mojokerto,” katanya dalam sambutan pada ‘Pembacaan 1 Miliar Shalawat Nariyah’ Hari Santri 2023 di eks gedung MBO, Waru, Sidoarjo, Sabtu malam.

Dalam sejarahnya, Sholeh Hayat yang juga Ketua Dewan Pengarah Tim Renovasi dan Revitalisasi MBO itu menjelaskan para kiai menyiapkan markas di Waru setelah merumuskan Resolusi Jihad di Kantor NU Cabang Surabaya pada 22 Oktober 1945 yang kini dikenal sebagai Hari Santri melalui Keputusan Presiden pada 15 Oktober 2015.

“Di markas yang kecil dan sengaja tidak diumumkan untuk menghindari intelijen Belanda itu, santri-santri dari Banyuwangi, Jember, Bondowoso berkumpul di Waru dengan naik kereta, setelah penggemblengan langsung berangkat ke Kota Surabaya, namun mereka datang ke markas ini bertahap,” kata mantan aktivis IPNU Jatim dan anggota DPRD Jatim itu.

Selain itu, ada juga Kiai Hasan dari Genggong-Probolinggo, Kiai Munasir Ali dan Kiai Achiyat Chalimy dari Mojokerto, Kiai Abbas dari Banten, Kiai Machrus Ali dari Lirboyo-Kediri, Kiai Hasyim Latief dari Sepanjang-Sidoarjo, juga memberikan penggemblengan di MBO. Kepala Kantor MBO adalah Kiai Bisri Syansuri dan pimpinan kantornya Kiai Hasyim Asyari dan KH Wahab Chasbullah.

“Markas di Waru ini ditinggalkan, karena Tentara Sekutu mengamuk, lalu para kiai mundur ke Mojokerto. MBO ditemukan sesuai informasi Kiai Hasyim Latief dan Kiai Munasir Ali, juga ada foto MBO di Kodam V/Brawijaya. Jadi, MBO merupakan markas perjuangan untuk mengatur strategi dan melakukan penggemblengan guna membela kemerdekaan yang sudah diproklamasikan Soekarno-Hatta, apalagi Sekutu mengamuk karena Jenderal Mallaby tewas oleh anak-anak Hizbullah,” katanya.

Sementara itu, Ketua Tim Pelaksana Renovasi/Revitalisasi MBO A Afif Amrullah M.Ei menjelaskan gedung MBO yang menjadi saksi dan bukti bahwa ulama itu berjihad melawan penjajah menjelang Pertempuran 10 November 1945 itu penting untuk diperkenalkan kepada masyarakat, karena itu PWNU Jatim membentuk tim MBO pada 2019 dan 2023.

“Tim Revitalisasi MBO pada 2019 dipimpin Abah Sholeh Hayat dan berhasil menyelamatkan sertifikat tanah MBO yang semula milik pribadi itu menjadi milik Perkumpulan NU atas jasa Kiai Asep Syaifuddin saat menjadi Ketua PCNU Surabaya, kemudian kami melanjutkan pada tahun ini (2023),” katanya.

Pihaknya mengajak masyarakat melestarikan gedung bersejarah yang kini kondusinya kurang bagus, karena usia itu. “Ayo kita saling membantu agar gedung ini dapat menjadi pelajaran sejarah yang penting untuk generasi muda dan menjadi poin penting untuk membangun bangsa kedepan, terutama menjaga nasionalisme,” katanya.

Menurut Ketua PW Lazisnu Jatim itu, Surabaya pada tahun 1945 menjadi medan pertempuran penting, apalagi sejak tewasnya Jenderal Mallaby dan adanya Resolusi Jihad yang menghukumi fardlu ain untuk berperang melawan dalam jarak tertentu dari Surabaya, sehingga para ulama mencari tempat untuk menyusun strategi dan melakukan penggemblengan spiritual.

“Awalnya, markas ulama memang di Blauran, tapi Markas Oelama Djawa Timur di Blauran itu kurang aman, sehingga para ulama menggeser tempat di Waru sini untuk tempat strategis dalam merencanakan berbagai persiapan. Sejarahnya, KH Bisri Syansuri yang melakukan kegiatan teknis di Markas Besar Oelama (MBO) sini dengan arahan KH Hasyim Asyari dan KH Wahab Chasbullan,” katanya.

Saat ini, katanya, bagian dalam MBO sudah banyak yang mengelupas dan bahkan ada bagian yang sudah ambruk dan sebagian lagi juga rawan ambruk. “Tentu ini mengkhawatirkan, karena nantinya generasi muda tidak bisa mengenali lagi, karena itu PBNU membentuk tim revitalisasi pada 2019 dan tahun ini (2023),” katanya.

Tim revitalisasi yang dipimpinnya sejak Oktober 2023 merencanakan penggalangan dana untuk menguatkan struktur dan mempertahankan keaslian gedung semacam cagar budaya NU itu agar dapat dikenalkan kepada generasi muda hingga mereka semakin mencintai negeri ini.

“Tim baru ini melibatkan Lazisnu, lembaga wakaf, dan banom-banom NU untuk memaksimalkan potensi yang ada. Paling tidak, kami membutuhkan dana sekitar 500 juta sampai 1 miliar, lalu kami akan memulai renovasi pada 2024, karena kami berkejaran dengan potensi keruntuhan gedung ini. Nantinya, bentuk gedungnya tidak diubah, tapi halaman dan atap akan diperbaiki,” katanya.

Selain renovasi, tim juga berpikir futuristik agar berharap gedung cagar budaya yang historis itu dapat menjadi salah satu titik penting untuk santri untuk menyelami nuansa perjuangan. “Ya, semacam wisata edukasi bagi masyarakat dan generasi penerus, sehingga spirit nasionalisme tetap bergelora,” katanya. (*)