Rektor UINSA : Jualan Ideologi di Pemilu 2024 Tidak Laku Bagi Milenial

Surabaya, Jurnal9.tv – Menjelang Pemilihan Umum 2024 baik ditingkat Legislatif maupun Ekesekutif, partai politik maupun pasangan calon dituntut memiliki startegi dan pendekatan yang efektif  utamanya menghadapi generasi milenial sebagai pemilih pemula yang jumlahnya begitu besar mencapai 60% dari total Daftar Pemilih secara nasional.

Hal itu menarik perhatian Prof. Akhmad Muzakki, M.Ag., Grad.Dip. SEA., M.Phil., Ph.D. akademisi yang kini menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, kepada Jurnalis TV9 dirinya menyebut saat ini sudah masuk pada era Ideologi Kesejahteraan, sehingga berjualan ideologi dalam kampanye politik sudah tidak laku lagi.

“Partai politik gak bisa jualan ideologi hari ini, Ideologi hari ini adalah ideologi kesejahteraan,” ujar Prof Zakki usai mengukuhkan 4 Guru besar di UINSA Surabaya, pada Kamis (10/08/223).

Bagi pria yang juga juga menjabat Sekretaris PWNU Jatim ini, para politisi seharusnya mengggunakan tawaran program kesejahteraan agar bisa menarik simpati dan suara anak muda.

“Gunakanlah program yang meningkatkan pada kesejahteraan. ini kan bukan sekadar menarik simpati tetapi memenangkan suara anak muda maka jangan lagi menjual ideology,” sambungnya.

Hal itu bukan tanpa alasan, bagi lulusan University Of Queensland ini generasi milenial tidak memiliki sejarah di masa lalu, namun para anak muda tersebut dihadapkan pada tantangan global di masa mendatang.

“Karena generasi milenial sebagai pemilih pemula itu kan gak punya memori masa lalu soal penjajahan misalnya, yang mereka pahami adalah tantangan di masa kedepan,” kata pria yang pernah menjabat Sekretaris MUI Jatim ini.

Sehingga bagi Prof Zakky, politisi yang bisa menggaransi program peningkatan kesejahteraan akan menguasai empati dan suara dukungan anak muda.

“Di tahun 2024 ini, siapa yang bisa menggaransi mereka untuk meningkatkan taraf kesejahteraan itu akan mendapat empati,” imbuhnya.

Sedangkan politisi yang masih mengkapitalisasi perbedaan sebagai basis kampanye menurutnya justru akan semakin dijauhi.

“Jadi kalau sekarang ada politisi yang mengkapitalisasi perbedaan keyakinan, sebagai basis kampanye politik ya gak laku,” tegasnya.

Tidak hanya itu, Guru besar bidang sosiologi Pendidikan ini juga menyinggung strategi yang tepat bagi pemilu 2024. Menurutnya, pemilih pemula mencari sesuatu yang dengan dengan kehidupan mereka untuk didukung. Para anak muda sudah selektif memilih program yang bisa memberikan harapan pada kesejahteraan.

“Yang kedua ini bicara strategi, teori Proximity bagi anak-anak muda itu sangat penting, milenial ini mencari yang dekat dengan kehidupan merka untuk didukung,” pungkasnya. (zen/snm)