Surabaya, Jurnal9.tv – Kekerasan terhadap anak, dengan korban dan pelaku sama-sama anak marak terjadi akhir-akhir ini. Ini menjadi pelajaran khususnya bagi para orangtua, agar lebih memerhatikan emosi anak dan mengajarkan kepada anak bagaimana cara untuk mengatasi emosi.
Segala ajaran orangtua kepada anak, sebaiknya dilakukan sejak anak lahir hingga berusia 7 tahun. Karena masa anak berumur 7 tahun adalah masa emas. yang mana dalam pendidikan dalam 7 tahun itu yang paling berpengaruh membentuk anak sampai akhir hayatnya. Jadi ketika 7 tahun itu adalah mode bawah sadarnya seorang anak ini lebih dominan dibanding kesadarannya. Sehingga, apa yang diajarkan dan ditanamkan saat itu, masuk ke alam bawah sadar dan secara tidak langsung membentuk karakternya.
Dalam penjelasannya, di kanal Youtube Nu Online, Gus Rifqil dan Ning Imaz menerangkan, dalam literatur fiqih, usia anak 8 tahun itu sudah bisa membedakan baik dan benar. Akalnya mulai bekerja. Dan di bawah usia 8 tahun, alam bawah sadarnya yang lebih bekerja sehingga ketika kita ingin menanamkan sesuatu di usia tersebut seperti halnya ilmu tauhid, kemudian akhlak, itu akan lebih tertancap kuat di dalam kepribadian atau karakter seorang anak.
Jadi, usia 7 tahun ini kita harus ekstra bersamanya harus menjadi figur orangtua yang mampu membentuk anaknya menjadi seorang anak yang di situ nantinya mampu memiliki karakter yang baik perilaku, iman, dan karakternya.
Orangtua juga wajib memberikan contoh yang baik kepada anaknya, sehingga anak tersebut dapat memiliki perilaku hal yang baik.
Karena sekarang ini sudah zamannya dinamis dan cukup positif, sebagai orang tua juga harus mendidik anak untuk memiliki Daya juang yang tinggi dalam artian, nantinya seorang anak memiliki semangat juang. Dia memiliki rasa berdaya untuk berjuang dalam meraih apapun yang menjadi cita-citanya kemudian memiliki Daya juang untuk menjadi bermanfaat terhadap orang lain.
“Jadi perlu ditanamkan di usia emas tersebut memberikan contoh, memberikan afirmasi positif kemudian juga memberikan keyakinan terhadap keberhargaan diri yang baik atas dirinya. Dalam artian kita sering mengatakan hal-hal baik terhadapnya,” jelas Ning Imaz.
Contohnya anak sholeh, anak yang baik, anak yang jujur, kita sering mengatakan hal-hal positif seperti itu terhadap anak supaya itu tertancap di dalam dirinya bahwa saya ini anak yang baik, saya ini anak yang jujur, maka saya harus sesuai dengan identitas saya tersebut.
Selain itu orangtua juga perlu mengajarkan kepada anak bagaimana cara mengatasi rasa marahnya.
Rasa frustrasi dan kemarahan dalam diri anak dapat dengan cepat berubah menjadi pembangkangan, rasa tidak hormat, agresi, dan amarah berlebihan. Dan ini bisa berlangsung hingga dewasa apabila anak tidak diajarkan megelola rasa marah itu.
Orangtua bisa melakukan beberapa hal ini selama tahap mengajarkan anak mengelola emosinya.
- Ajarkan Cara Membedakan Perasaan dan Perilaku
Anak-Anak cenderung kurang bisa membedakan antara perasaan marah, frustasi, dan kecewa. Orangtua bisa mengarahkan dan memberitahu anak perbedaannya ketika sang anak merasakannya. Kemudian ajak anak menyebutkan perasaannya secara verbal.
Orangtua bisa mengatakan, “Tidak apa-apa untuk merasa marah, tapi tidak baik untuk memukul.”
Orangtua bisa memberitahu bahwa apa yang dirasakan itu adalah perasaan marah. Tapi memukul adalan perilaku. Kemudian orangtua bisa mengajarkan bahwa perasaan marah bisa diredam dengan cara membaca “Astaghfirullahal’adzim”. Atau bisa memberitahu bahwa dia sedang marah dan beri alasannya marah, contohnya “Saya marah karena mainanku kamu buang, saya tidak suka, jangan diulangi lagi ya”. Atau memberi pengertian kepada anak untuk memaafkan dan memberi solusi dari penyebab kemarahan anak.
- Orangtua Memberi Contoh
Di usia balita anak akan melihat cara orantuanya mengatasi perasaan marah. Apabila orantua member contoh mengatasi marah dengan baik dan lembut, maka anakpun akan menerimanya.
Berikanlah perhatian, kasih sayang, dan pengertian yang cukup kepada anak, tapi tetap tegas, agar anak tetap menghormati orang tua dan tumbuh menjadi pribadi yang disiplin. Orangtua juga bisa membuat peraturan dan batas kemarahan. Misalnya, boleh mengungkapkan perasaan marah tetapi tidak boleh sambil berteriak. Boleh marah tetapi tidak boleh merusak barang.
Dibutuhkan kesabaran selama masa mendidik anak di usia emasnya. Orangtua perlu konsisten untuk menerapkan metode mendidik, termasuk mengajarkan anak mengelola emosinya sendiri. Orangtua juga perlu melakukan pendekatan agama untuk membentuk karakter anak. (aaf/snm)