Home » Menjelang Tahun Politik 2024, Pengamat : Money Politic Dapat Ditekan Melalui Social Capital
PEMERINTAHAN & POLITIK PERISTIWA

Menjelang Tahun Politik 2024, Pengamat : Money Politic Dapat Ditekan Melalui Social Capital

Surabaya, Jurnal9.tv – Menjelang Tahun politik 2024 mendatang, masyarakat kembali dihadapkan pada persoalan demokrasi salahsatunya praktek Politik Uang. Menanggapi hal itu, Engelbert Johannes Rohi yang akrab disapa Jojo Rohi mengatakan bahwa publik perlu tau mana yang masuk pelanggaran dan mana yang tidak.

Salah satu tugas penyelenggara pemilu adalah memberikan informasi tentang siapa-siapa orang yang akan dipilih. “Tidak etis dan tidak bermoral ketika kita meminta orang lain berbondong-bondong datang ke TPS tanpa memberikan informasi memadai tentang siapa-siapa orang yang akan dipilih”, jelasnya dalam sosialisasi dan launching GEMPAR yang digelar Bawaslu Jatim, Selasa (29/11/2022).

Selain itu, diakui atau tidak, politik uang hari ini masih menjadi pelanggaran pemilu yang sulit dibuktikan. Jojo yang juga Komite Independent Pemantauan Pemilu (KIPP) itu berpandangan bahwasanya, Money Politik bisa ditekan melalui peningkatan Sosial Capital.

Menurutnya selama ini seorang konstestan dalam pemilu menjadikan Money Politik untuk menutupi sosial capitalnya yang rendah. Padahal menurut sebuah penelitian, tingkat efektifitas perolehan suara dari politik uang hanya 20 persen.

“Orang yang sudah punya social capital yang besar, dikenal baik dan berintegritas murni maka keterlibatan uang mengecil. Karena dia tidak perlu mengkompensasi sesuatu. Nah sebaliknya mereka akan menggunakan uang untuk menutupi modal sosial yang kurang itu tadi,”

Ia juga menyarankan para politisi untuk lebih efektif dan selektif dalam menerapkan upaya politik, termasuk memperhatikan aturan yang telah ditetapkan

“Jadi rumusnya begitu, daripada mengeluarkan uang banyak dan itu belum tentu berhasil lebih baik perbesar modal sosial”

“Tidak semua orang yang menerima uang kemudian bisa dimintai pertanggung jawaban baik secara hukum maupun sosial,  oleh karena itu uang yang sudah tersebar tidak kemudian menjadi jaminan untuk dipilih. Namun itu masih banyak dilakukan dengan beragam cara yang semakin variatif”

“Dan para politisi sebenarnya sudah sadar hal itu, karena money politik itu terjadi antara kontestan dan pemilih serta bisa jadi antara kontestan dan penyelenggara. Makanya dibentuk DKPP untuk bisa saling mengawasi pelaksanaan pemilu ini dengan baik”

Menurutnya, Money Politik memang termasuk persoalan Demokrasi yang serius. Praktek ini dalam waktu dekat memang tidak bisa dibersihkan secara total, namun ada banyak kesempatan untuk menekan dan mempersempit peluang pelanggaran dalam pemilu.

“Untuk Zero Money Politik Sepertinya tidak mudah ya, kalaupun bisa barangkali butuh waktu yang lama. Sebab relasi kekuasaan dan uang itu ada kaitan yang kuat. Apakah itu disebut sebagai ongkos politik ataupun bentuk kejahatan untuk menyuap pemilih maupun penyelenggara” tutupnya.

Untuk diketahui, Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Jawa Timur dalam pelaksanaan tugas dan pengawasan pemilu melibatkan unsur masyarakat melalui Gerakan Masyarakat Pengawas Partisipatif (GEMPAR) yang dilaunching langsung oleh Ketua Bawaslu Jatim A. Warits di Hotel Harris Hotel & Conventions pada Selasa (29/11/22) yang melibatkan Organisasi Keagamaan, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Mahasiswa dan Pelajar hingga Lembaga Pemantau Pemilu dan Influencer. (zai/snm)