AICIS  

Lolos sebagai Panelis AICIS 2023, Pemuda Asal Madura Bawa Inspirasi Muktamar Fikih PBNU

Surabaya, Jurnal9.tv – Menjelang pelaksanaan Annual Internasional Confrence on Islamic Studies  (AICIS) 2023 yang akan digelar di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, pada 2-5 Mei mendatang, sejumlah gagasan akan dibahas berkaitan dengan tema utama tentang “Rekontekstualisasi Fikih untuk Kesetaraan Kemanusiaan dan Perdamaian Berkelanjutan”.

Choirur Rois, pemuda asal Sampang Madura merupakan salah satu peserta yang berhasil terpilih sebagai Panelis dengan mengangkat topik tentang Rekontekstualisasi Fikih Siyasah dalam Fiqhul Hadaroh sebagai Gagasan Diplomasi Perdamaian Dunia. Saat diwawancarai Jurnalis TV 9, ia bersyukur bisa berpartisipasi memberikan Gagasan untuk perdamaian dunia yang berkelanjutan melalui forum Konferensi Internasional. 

“Dalam perhelatan AICIS 2023 ini Alhamdulillah kami terpilih untuk bisa berpartisipasi dan mendapat kesempatan mempersentasikan Gagasan ini dalam forum Internasional,” ungkapnya penuh syukur.

Para panelis seperti Choirur Rois tersebut akan mempersentasikan Gagasannya dalam forum internasional AICIS 2023 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2102 tahun 2023 Tentang Penetapan Peserta Invited dan Open Panel pada Annual Internasional Conference on Islamic Studies (AICIS) Ke-22 tahun 2023.

Santri asal Rembang ini mengaku gagasan yang dibawanya terilhami dari Muktamar Fikih Internasional yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama beberapa waktu yang lalu.

“Ide ini sebenarnya terilhami dari pelaksanaan Muktamar Fikih Internasional yang digelar PBNU dan ditindaklanjuti kembali menjadi topik besar dalam pelaksanaan AICIS tahun ini,” ungkapnya.

Mahasiswa Pascasarjana Studi Islam UINSA Surabaya ini mengakui adanya tugas besar para intelektual Muslim untuk menghadirkan pemikiran dan kontribusi nyata sebagai konsep ideal perdamaian dunia.

“Ide dalam tulisan ini sebenarnya merupakan PR bersama bagi kita sebagai intelektual Muslim untuk menghadirkan pemikiran dan kontribusi nyata bahwa Fikih dalam konteks politik dapat dijadikan sebagai perantara dalam mencapai konsep yang ideal untuk mewujudkan perdamaian di Dunia Internasional,” jelasnya. 

Choirur Rois mencontohkan konflik yang terjadi di Timur Tengah dengan nuansa Agama menunjukkan bahwa perlunya upaya berkelanjutan dalam menghadirkan Fikih sebagai suatu pemikiran untuk mewujudkan perdamaian melebihi kebutuhan politik.

“Beranjak pada studi kasus seperti di Timur Tengah misalnya, dengan berbagai nuansa konflik berbau Agama menunjukkan hal demikian masih belum tuntas,” kata Choirur Rois.

“Pekerjaan para cendekiawan Muslim kita diharapkan dapat menghadirkan Fikih sebagai suatu pemikiran yang dapat dijadikan pijakan untuk mewujudkan perdamaian melebihi segala aspek yang lain dalam dunia politik,” imbuhnya.

Ia juga berharap melalui Konferensi Internasional AICIS ke-22 ini, pemikiran yang moderat dapat diapresiasi sebagai wajah Islam yang Rahmatan Lil Alamin melalui pemikiran para intelektual Muslim yang ada di Indonesia bagi Dunia Internasional.

“Alhamdulillah kami sangat berharap melalui Konferensi internasional AICIS ini, pemikiran-pemikiran yang mengedepankan nuansa Islam yang Rahmatan Lil Alamin”.

“Bahwa Islam adalah agama yang Solikhun fi Kulli zamanin wa makan, dapat diapresiasi di kancah Internasional sebagai suatu Manifesto dan gagasan dari para cendekiawan muslim yang ada di Indonesia,” pungkasnya. (zen/snm)