Lima Sila Pancasila Santri, Nilai Kenusantaraan Fondasi Keilmuan dan Perilaku Kehidupan Santri

Oleh: M.Sururi Arumbani, Pemerhati Budaya Nusantara

Angka lima menjadi istimewa ketika dipahami melalaui point of view tertentu, seperti kacamata budaya atau kearifan lokal nusantara. Angka lima bukan sekedar deret angka atau jumlah tertentu, tetapi memiliki arti simbolik kesempurnaan tatanan kehidupan. Di Jawa ada ajaran Sedulur Papat Limo Pancer yang sudah terwariskan dari generasi ke generasi. Entah berapa abad proses transmisi itu berlangsung, dengan dinamika pemahaman dan pemaknaan.

Orang Jawa memahami dirinya sebagai manusia, memiliki saudara empat dan ditambah dirinya sebagai pancer. Tatanan seperti itu diyakini sebagai tatanan ilahiah yang sempurna. Dengan berbagai perbedaan sebutan siapa saudara empat tersebut. Ada yang menyebut saudara empat itu adalah kawah (ketuban), ari-ari (tali pusar), darah merah dan darah putih. Secara fisik merekalah yang menopang manusia sejak janin dalam kandung menemani, menjadi saudara. Hubungan mereka dengan diri, manusia adalah penjaga, saudara yang membantu lahir ke jagad. Bahkan setelah lahir peran mereka diyakini akan terus mengikuti sampai kelak meninggal dunia.

Demikian pula, ketika awal kemerdekaan Indonesia, Pancasila dijadikan dasar negara, maka pola angka lima juga dianggap tatanan sempurna. Meski tidak semua tokoh bangsa mengajukan jumlah lima. Keputusan final lima menjadi sangat bermakna, berakar dari tradisi nusantara seperti sedulur papat limo pancer. Dalam Pancasila, maka pancernya adalah Ketuhanan Yang Mahaesa. Empat sila lainnya adalah saudara yang menguatkan pembuktikan pelaksanaan pancer tersebut.

Gus Yahya dalam Apel Akbar Peringatan Hari Santri Nasional 2025 di Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang mengajukan lima sila Pancasila Santri menjadi menarik untuk dipahami sebagai gagasan yang masih mendasarkan kearifan lokal nusantara, – Sedulur Papat Limo Pancer (baca selengkapnya di  https://jurnal9.tv/gus-yahya-sebut-lima-sila-pancasila-santri-dalam-hari-santri-nasional-2025-di-tambak-beras/). Melalaui jumlah lima ini, masyarakat Jawa akan mudah memahami bahwa sila Pancasila Santri adalah panduan tatanan kehidupan yang sempurna bagi santri.

Kelima prinsip dasar tersebut sebagai berikut.
PertamaKhidmatul ‘Ilm. Santri berkhidmat kepada ilmu bit ta’allum wat ta’lim wal ‘amal — dengan belajar, mengajarkan ilmu, berbagi ilmu, dan mengamalkan ilmu.
KeduaTazkiyatun Nafs. Santri senantiasa berusaha membersihkan jiwanya — membersihkan jiwa dari segala noda yang dapat mencemari diri dan mencemari amalnya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
KetigaJihad fi Sabilillah. Santri berjuang di jalan Allah; berjuang untuk memuliakan kalimat-kalimat Allah yang luhur; berjuang untuk mewujudkan, melaksanakan, dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur dari kalimat-kalimat Allah di dalam kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat.
Keempat, Khidmatu Indonesia. Santri berbakti kepada Indonesia. Santri menyediakan jiwa dan raganya demi kemaslahatan Indonesia. Santri siap mengorbankan kepentingan subjektif, pribadi maupun kelompok, demi kemaslahatan Indonesia.
Kelima, Ikramul Insaniyah. Santri memuliakan kemanusiaan.
Karena Allah SWT sendiri telah memuliakan manusia: “Walaqad karramna bani Adam.” Barang siapa menghinakan sesama manusia, dia bukan santri.

Lalu sila mana yang jadi pancernya? Ya yang ketiga, di tengah, jihad fii sabilillah. Semua ikhtiar, perilaku santri harus diniatkan dan ditujukan kepada Allah SWT.

Melalui saripati nilai-nilai luhur yang harus menjadi pedoman perilaku bagi para santri dalam Lima Sila Pancasila Santri, akan memberi arah dan visi yang jelas dan kokoh. Dengan ini, saya kok yakin kekuatan santri tidak akan mudah digoyahkan, seperti kesaktian Pancasila bagi bangsa Indonesia.

Insya Allah