Surabaya, Jurnal9.tv – Tak hanya sekolah umum yang memulai kegiatan belajar mengajar. Santri di pesantren juga mulai pembelajaran. Orang tua yang memilih memondokkan anaknya memiliki harapan agar anaknya Menjadi pribadi dengan pemikiran yang kritis, beradab, berpengetahuan dan memiliki intelektual tinggi.
Pendidikan Pondok Pesantren telah dikenal dengan membangun karakter anak, tidak hanya mengutamakan kemampuan intelektual, tapi juga kemampuan Spiritual.
Meskipun demikian, masa awal anak masuk ke Pesantren menjadi masa-masa sulit, baik bagi orang tua yang harus meninggalkan anaknya di Pesantren, ataupun anak yang harus berpisah dengan orang tua selama masa menempuh Pendidikan. Akan tetapi, orang tua menjadi pihak utama yang berperan memberikan dorongan kepada anak, agar anaknya dapat menempuh Pendidikan di Pesantren dengan Ikhlas.
Dijelaskan oleh K.H Achmad Chalwani dalam kanal Youtube NuOnline, Seorang santri harus menaati apa yang diperintahkan Kiai, yang mana itu adalah riyadlah. Maka, di Al-Qur’an Allah memberi petunjuk. Jadi, ilmu memiliki proses, sebelum yuallim ada yuzakki lalu tazkiyah tidak bisa memberikan ilmu secara langsung
“Orang menuntut ilmu itu riyadhah, muhadah dulu. Jadi kalau ilmu tidak pakai mujahadah, tidak masuk ke hati, cuma di otak saja,” jelas K.H Achmad Chalwani.
Selain Kiai Chalwani, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Gus Dr. Reza Ahmad Zahid, Lc, MA Juga Menjelaskan, bahwa ada amalan atau tirakat yang bisa dilakukan orang tua yang memondokkan anaknya. Ini dilakukan agar Anak yang mondok betah tinggal di pondok, dan mau belajar di pondok.
“Bacakan surat al-fatihah sebanyak 41 kali, dibaca setelah shalat maghrib,” jelasnya dalam Youtube Somalangu Studios.
Amalan ini dianjurkan dibacakan oleh Ibu. Alasannya, karena ibu memiliki hubungan batiniyah yang paling dekat dengan anak, dibandingkan ayahnya. Sehingga anak bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan barokah dalam menimba ilmu di pesantren.
Tidak hanya itu, orang tua tidak diperbolehkan berniat untuk menitipkan anak ke Pondok, karena seiring berjalannya waktu, suatu saat nanti orang tua akan meminta pertanggung jawaban kepada pihak yang menerima anaknya. Sebaiknya orang tua memiliki niat Ikhlas, memasrahkan sepenuhnya anaknya terhadap Pesantren dan menyerahkan tindakan apapun yang diberikan Pesantren kepada anaknya. Dengan kata lain, ketika anak masuk ke Pondok, hati Orang tua juga harus ikut mondok,
Ketiga, kedepankan khusnudzon. Khusnudzhon merupakan perilaku berprasangka baik kepada sesama manusia agar tidak menimbulkan perelisihan dengan siapapun.
“Barang siapa yang ingin mendapatkan kebaikan dari Allah, maka kedepankanlah untuk selalu Khusnudzhon,” jelas beliau.
Baik santri dan juga orang tua, sebaiknya tidak memiliki prasangka buruk kepada guru-gurunya, baik yang masih di dalam pesantren ataupun sudah keluar dari pesantren.
“Barangsiapa yang pernah berguru pada seorang guru, kemudian setelah itu, dia punya rasa su’udzhon kepada gurunya, maka rusak hubungan persahabatan, rusak hubungan satu majelis antara dia dengan gurunya dan wajib atasnya untuk bertaubat.”
Semoga kita digolongkan sebagai orang-orang yang memperoleh kebahagiaan dan tercatat sebagai golongan orang-orang yang mendapatkan ridho dan syafa’at Nabi Muhammad di akhirat kelak. Aamiin. (aaf/snm)