Jelang Hari-H Pilkada Serentak, Tausiyah MUI: Mencoblos Itu Wajib, Beda Pilihan Tetap Rukun!

Jakarta, jurnal9.tv -Pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada Rabu (27/11) merupakan bagian dari kewajiban umat Islam di Indonesia, sebagai bagian ikhtiar memilih pemimpin untuk menegakkan kepemimpinan (imamah) dan pemerintahan (imarah) demi terjaganya keberlangsungan agama dan kehidupan bersama. Karena itu umat Islam wajib menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin yang dinilai berintegritas, cakap dan amanah, serta menghindari segala hal yang berkaitan dengan suap, politik uang, korupsi dan kecurangan.

Demikian di antara isi ‘Taushiyah Kebangsaan’ yang dikeluarkan oleh Dewan Pengurus Pusat Mejelis Ulama Indonesia (MUI) yang disebarkan melaui Surat Resmi tertanggal 21 November 2024. Surat tersebut ditandatangani Ketua Umum MUI, KH. Anwar Iskandar dan Sekretaris Umum, H. Amirsyah Tambunan dan disebarkan kepada seluruh kepengurusan MUI Provinsi, Kabupaten/Kota hingga kecamatan di seluruh Indonesia.

Berikut 8 poin Taushiyah Kebangsaan Majelis Ulama Indonesia:
1. Memilih pemimpin (nashbu al-imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan (imamah) dan pemerintahan (imarah) dalam rangka menjaga keberlangsungan agama dan kehidupan bersama (hirasatu ad-din wa siyasatu ad-dunya). Oleh karena itu keterlibatan umat Islam dalam pemilihan kepala daerah hukumnya wajib.
2. Umat Islam yang terlibat dalan proses pemilihan kepala daerah berpegang pada ketentuan: (a). Pilihan didasarkan atas keimanan, ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas; (b). Bebas dari suap (risywah), politik uang (money politics), kecurangan (khida’), korupsi (ghulul), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.
3. Dalam menggunakan hak pilihnya, umat Islam wajib menentukan pilihan calon pemimpin yang mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar, yang beriman dan bertakwa, jujur (shidq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam serta kemaslahatan bangsa.
4. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat atau ada yang mendekati syarat ideal, adalah haram.
5. Meskipun beda pilihan, semua pihak dan komponen bangsa Indonesia harus senantiasa dengan penuh kesadaran menjaga hubungan persaudaraan yang rukun antar sesama (ukhuwah Islamiyyah), antar sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah), dan antar sesama manusia (ukhuwah insaniyah).
6. Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), harus secara serius, profesional dan berintegritas menyiapkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta meminimalisasi potensi konflik, baik secara vertikal maupun horizontal.
7. Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya aparat penegak hukum harus bersikap netral, menjaga harmoni dan kerukunan yang selama ini telah terbangun, sehingga terhindar dari munculnya konflik dan perpecahan bangsa.
8. Mengajak masyarakat luas untuk berdoa, memohon kedamaian, stabilitas dan persatuan nasional menjelang, selama dan pasca pemilihan kepala daerah, serta memohon petunjuk Allah SWT agar menghasilkan pemimpin yang mampu mewujudkan keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan (as-sa’adah) bagi segenap bangsa Indonesia. (*)