Hidup Bahagia, Panjang Umur, dan Rezeki Barokah ala Bu Nyai Ucik

Surabaya, Jurnal9.tv – Hidup dan umur tak akan pernah habis menjadi topik bahasan. Pertanyaan terhadap pencapaian akan selalu ada. Sudahkah menghasilkan apa dan cita-cita, atau apa yang belum berhasil kita raih?.

Pertanyaan itu boleh kita ajukan kepada diri sendiri dengan tujuan Muhasabah/ interospeksi diri. yang baik-baik di tahun lalu kita pertahankan dan di masa yang akan datang mari kita kejar yang belum terkejar, dan segala sesuatu yang membuat kita semakin baik.

Ketika berbicara mengenai tahun dan umur, maka yang terakhir pasti mati. Kita semua pada akhirnya akan kembali ke Sang Pencipta. Mati tidak menunggu tua, tidak menunggu sakit terlebih dahulu tapi mati itu pasti.

Maka dari itu, selama menunggu kematian kita mencari amalan-amalan baik yang nantinya kita bawa untuk menghadap ke Allah SWT. Seperti yang dikatakan Bu Nyai Ucik Nurul Hidayati Pengasuh PP Putri Al-Islahiyah Wonorejo dalam acara ‘Apa Kata Nyai’ yang disiarkan melalui youtube TV9 Nusantara. “Mati itu pasti”.

Selama menunggu kematian jangan diam saja, menunggu kematian ayo kita mencari uang saku yang banyak, agar kita ini nanti kalau sudah menghadap Allah oleh-olehnya banyak. Kan kita aslinya penduduk surga, nanti kalau kembali harus ke surga, bawa oleh-oleh yang banyak. Oleh-ole itu adalah amal ketaatan kita kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada orang tua sesama manusia juga berbuat baik.”

Dalam shalawat Gus Dur tertulis, “Ayo nglakoni sakabeane, Allah kang bakal ngangkat drajate, senajan ashor toto dhohire, Ananging mulyo makom drajat e.” Bu Nyai Ucik menjelaskan apabila hal tersebut seharusnya dicari dengan ilmu, jadi semakin hari harus bertambah ilmunya. “Nah itu harusnya dicari dengan ilmu, jadi kita semakin hari harus bertambah ilmunya. Jika tidak bertambah ilmunya, Masyaallah,” jelas beliau. 

Mari kita lihat dengan keilmuan, tentu yang pertama dari ilmu agama dulu, baru kemudian ilmu-ilmu yang lain agar kita bisa menghadapi hidup ini dengan bahagia berapapun umur kita yang penting kita telah berbuat. “Lihatlah kini zaman sekarang, budi pekerti kian berkurang. Sopan dan santun jauh sekali, sopan dan santun jauh sekali. Kata yang baik tiada berarti,” jelas Bu Nyai Ucik.

Mengintrospeksi diri dengan meneruskan yang baik dan mengganti yang jelek-jelek dengan yang baik memerlukan ilmu. Menyaring ilmu-ilmu yang tersebar, bahwa kalau kita fatayat Nahdlatul Ulama itu ilmu-ilmunya harus nyambung kepada guru, kepada gurunya guru, kepada kiai-kiainya Kiai, sampai nyambung kepada tabi’in, kepada sahabat sampai nyambung sanadnya kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW agar tidak keliru.

Tetapi ilmu itu masih kalah dibanding dengan akhlak, ilmu itu harus di bawah akhlak, budi pekerti kemudian adab.  Maka jika akhlak di atas ilmu, InsyaAllah jadinya baik. Jadi anak itu hormat kepada guru, takut kepada orang Tua akhirnya ilmunya akan bermanfaat untuk hidup.

Jika misalnya kelakuan cucu Nabi tidak seperti Nabi harus bagaimana? Menurut apa kata PBNU Kyai Nu, maka yang kita lakukan adalah tetap menghormati mengingatkan kalau tidak mampu doakan. “Mari berikhtiar hidup bahagia panjang umur sehat rezeki Barokah Rumah Tangga Sakinah Rukun Tetangga, anak cucu solih dan berakhlak mulia, Allah ridho dan limpahkan ampunannya, hidup muliakan kan tercapai dengan doa,” ungkap Bu Nyai Ucik.

Menuju Ridhonya Allah SWT melalui perjuangan fathah NU di tahun baru, nomor 1 Muhasabah yang sudah kita lakukan. Mari kita semangatkan yang belum tercapai, belum kita lakukan program-program. Mari kita laksanakan dengan cara belajar yang baik, mendapatkan ilmu yang bersanat nurut pada pimpinan kita agar kita menjadi jamiah yang utuh. Setelah itu jangan lupa akhlak adalah nomor satu mari kita mulai dari diri kita sendiri Insya Allah akan diridhoi oleh Allah SWT.