Surabaya, jurnal9.tv -Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, yang telah diumumkan oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai Cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto, sudah diduga banyak pihak. Pakar Hukum di Surabaya menilai, majunya Gibran sebagai Cawapres ini bisa terganjal, apabila dia sudah ditetapkan oleh KPU RI atas dasar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan batasan usia Capres – Cawapres yang dinilai kontroversial, bisa digugat Uji Materi di Mahkamah Agung (MA).
Dipilihnya Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres mendamping Capres Prabowo Subianto, bisa jadi masih berbuntut panjang. Bukan karena gesekan politik yang membuat putra sulung Jokowi ini terganjal. Namun persoalan legalitas dasar hukum sebagai Cawapres yang bisa membuatnya tersandung.
Sebagaimana diketahui, Gibran bisa melenggang maju karena Putusan MK terkait gugatan batasan usia sebagai Capres Cawapres ditolak, namun bagi Kepala Daerah dan Anggota Legislatif bisa maju mencalonkan sebagai Capres-Cawapres, meski pun usianya masih belum 40 tahun. Putusan MK ini menjadi sorotan dan kontroversi di tengah publik.
Putusan MK juga menjadi topik hangat, seiring dengan opini publik yang menilainya sebagai “jalan tol” yang mengantarkan Gibran Rakabuming Raka bisa aju sebagai Cawapres. Liku-liku terpilihnya Gibran sebagai Cawapres ini juga mendapat sorotan dari akademisi hukum di Kota Surabaya, Prof DR Soenarno Edy Wibowo, SH MH, yang menilainya keganjilan yang menggelikan.
Soenarno Edy Wibowo, Pakar Hukum dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini menilai Putusan MK tersebut cacat hukum. “Kita perlu kembali ke azas-azas asosiasi bahwa seorang hakim tidak boleh mengadili kerabatnya atau keluarganya sendiri,” ungkap lelaki yang biasa dipanggil Prof Bowo ini.
Meski terdapat perdebatan terkait etika dalam putusan MK ini, sejumlah pihak mempertanyakan wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuat keputusan terkait pencalonan. “Putusan nomor 90 tahun 2003 memberikan kewenangan kepada MA sesuai dengan Undang-Undang 24 Tahun 2003. Di samping itu, MA memiliki kewenangan untuk menguji keputusan KPU, bukan sebaliknya,” imbuh Bowo.
Pertanyaan muncul apakah ada potensi gugatan uji materi terhadap keputusan KPU terkait persyaratan pencalonan. “Jika ada gugatan uji materi yang dikabulkan oleh MK, hal ini dapat mengganjal langkah Gibran sebagai Cawapres. Namun, perlu dicatat bahwa keputusan tersebut masih harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh KPU,” jelasnya.
Dalam sebuah langkah penting untuk memastikan keberpihakan yang adil dalam proses peradilan di Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengkonfirmasi asas “Nemo Judex Idoneus In Propria Causa” melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956.
Asas “Nemo Judex Idoneus In Propria Causa” merupakan prinsip fundamental dalam sistem peradilan yang bertujuan untuk mencegah hakim dari keberpihakan dalam menjalankan tugasnya. Dalam konteks peraturan yang berlaku saat ini, terdapat keragu-raguan mengenai hubungan antara Pengadilan Perdata dan Pengadilan Pidana.
Menurut Prof Bowo, untuk menghilangkan keragu-raguan ini, Mahkamah Agung telah mengambil inisiatif dengan mengacu pada Pasal 131 Undang-undang Mahkamah Agung Indonesia. Berdasarkan peraturan yang baru diumumkan, jika dalam pemeriksaan perkara pidana terdapat keterkaitan dengan perkara perdata yang melibatkan barang atau hubungan hukum antara dua pihak tertentu, pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan sementara menunggu putusan Pengadilan dalam perkara perdata yang terkait.
Dengan langkah ini, kata Bowo, Mahkamah Agung terus memastikan integritas sistem peradilan negara dan menjaga asas “Nemo Judex Idoneus In Propria Causa” agar menjadi pedoman utama dalam setiap tahap proses peradilan di Indonesia. Upaya ini adalah langkah positif untuk menjaga keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam sistem peradilan Indonesia.
“Dalam konteks hukum, azas-azas yang mendasari keputusan KPU harus tetap ditaati, dan apapun putusan yang diambil MK harus didasarkan pada hukum yang berlaku. Sebagai konsekuensinya, langkah-langkah berikutnya akan sangat penting dalam menentukan kelangsungan proses pemilihan presiden dan pemerintahan yang stabi,” ujar Prof Bowo dengan penuh semangat.