Diikuti 17 Pesantren, Festival Film Santri 2025 Jadi Ajang Perjumpaan Santri dan Ekosistem Sinema

Surabaya, jurnal9.tv -Festival Film Santri atau FFS 2025, sebuah ajang kreasi dan apresiasi sinema untuk kalangan santri dan pesantren, untuk pertama kalinya digelar pada 24-25 Oktober 2025, bertempat di kawasan cagar budaya, Pos Bloc, Jl. Kebon Rojo, Kota Surabaya. Selain dimaksudkan menggali nilai luhur, budaya dan keilmuan pesantren, FFS 2025 digelar untuk menandai peringatan Hari Santri dan diikuti 17 pesantren yang telah mengikuti workshop dan pembinaan intensif dalam setahun terakhir.

Direktur Festival Film Santri, Agoes Sam mengatakan Festival Film Santri fokus pada perkembangan sinema dan dunia Islam. FFS 2025, lanjut Agoes digagas sebagai upaya menengok pusparagam ekspresi keislaman serta sebagai jendela untuk melihat lebih dekat dunia santri dan pesantren melalui kerja-kerja kolaboratif, eksperimentatif, dan simulatif. “Festival ini terselenggara melalui diskusi panjang antara kami dengan Mas Dwi Sadoellah dari Pesantren Sidogiri yang berkeinginan merajut kebersamaan antar pesantren melalui film sekaligus bersama-sama mengenalkan nilai luhur pesantren kepada khalayak luas melalui sinematografi,” jelasnya sambil menambahkan Mas Nawawie Sadoelah duduk sebagai pembina Festival.

Agoes Sam melanjutkan, Festival ini diharapkan menjadi bahasa lain dari silaturahmi yang menawarkan hangatnya persaudaraan yang dirajut dari khazanah pengetahuan, eskpresi keislaman, serta pemanfaatan medium baru yang sesuai dengan semangat zaman. Dalam lintasan sejarah kebudayaan Islam di Indonesia, pesantren bukan sekadar lembaga
pendidikan agama, Ia adalah ruang produksi pengetahuan, tempat tradisi, seni, dan spiritualitas bertemu.
Dari bilik-bilik santri lahir mutiara hikmah dan kisah yang membentuk wajah kebudayaan kita. “Festival Film Santri hadir dari kesadaran akan kekayaan itu, bahwa santri dan pesantren bisa memanfaatkan medium baru untuk berbicara kepada zamannya. Film adalah salah satu wahana yang peka zaman, segar, dan artikulatif untuk menyampaikan nilai-nilai Islami,” ungkap Agoes Sam.

Sementara itu, Yogi Ishabib, Direktur Program Festival Film Santri menuturkan Tema Festival Film Santri 2025 adalah Iqra yang dipilih karena selain sebagai kata sekaligus perintah pertama dalam Al Quran, Iqra menjadi semacam ajakan untuk membaca. Bukan hanya ajakan untuk membaca teks semata, tetapi juga membaca kehidupan, membaca perubahan, membaca tantanganbl zaman, membaca kemanusiaan yang terus bergeser bentuknya. Dalam konteks pesantren maupun sinema, membaca adalah jalan menuju pemahaman.
“Tema Iqra coba kami terjemahkan ke dalam program-program yang harapannya mampu menjadi titian muhibah antara film beserta ekosistemnya, santri dan dunia pesantrennya, serta publik dengan saling berjumpa, saling membaca,” tambahnya sambil menyebut ada 124 film yang sudah terdaftar, dan separuhnya adalah karya sineas santri yang sudah mengikuti workshop sinematografi.

Festival Film Santri memiliki lima rangkaian program utama, yakni Program Pemutaran Film
(kompetisi, non-kompetisi, dan program pemutaran spesial), Workshop, Diskusi Publik, Bazaar Buku, dan Malam Penghargaan. Program Pemutaran menyajikan film-film submisi, total terdapat 124 film, yang sudah dikurasi dan diseleksi oleh tim kurator, dan yang masuk kategori kompetisi diseleksi secara ketat oleh tiga dewan juri yang terdiri dari Afrizal Malna, Hikmat Darmawan, dan Danial Rifki. “Sementara program pemutaran spesial menayangkan film Nyanyi Sunyi dalam Rantang atau Whispers in The Dabbas karya Garin Nugroho,” terangnya.

Festival Film Santri juga memiliki rangkaian program workshop yang berkolaborasi dengan praktisi dan kolektif film. Workshop Pengembangan Ide Cerita dilakukan bersama Magisa Sinaria, kolektif film yang fokus pada penulisan naskah. Guruh Satria, sound designer dan pendiri Ampersound Post, bakal memandu Workshop Sound Location yang membahas pentingnya aspek audio dalam produksi film. Cineauf, kolektif film yang secara konsisten menyusun program-program diseminasi kritik film terlibat dalam Workshop Kritik Film.

Program Santriwati Talk menjadi semacam perigi yang senantiasa menyediakan kesegaran tepat di tengah-tengah berseminya perbincangan mengenai representasi perempuan dan santriwati dalam industri kreatif. Santriwati Talk akan dipandu oleh Uswah Syauqie (penulis dan pengasuh Ponpes Al
Azhar Mojokerto) dan Veronica Ajeng Larasati (Ketua Sindikasi Jawa Timur).

Yogi berharap Edisi perdana Festival Film Santri bisa menjadi ruang kolektif pembacaan zaman: tempat di mana para santri, sineas, dan masyarakat bisa saling bertukar pandang, menafsir, dan menulis ulang masa depan kebudayaan Islam dengan bahasa sinema. FFS diinsiasi oleh Okunema bersama PP Sidogiri, didukung Air Santri, Toko Basmalah, Bank Syariah Indonesia, Nawaning Nusantara, Bioskop Damai, Pos Bloc Surabaya serta Suara Merdeka Jatim dan TV9 Nusantara sebagai media partner. (*)