Surabaya, jurnal9.tv -Pemilihan Umum Kepala Daerah atau Pilkada Serentak 2024 disebut sejumlah kalangan berpotensi menimbulkan kerawanan lebih tinggi daripada Pileg maupun Pilpres. Salah satu penyebabnya, kandidat kontestasi berasal dari daerah setempat sehingga memiliki keterlibatan langsung dan kedekatan lebih besar dengan masyarakat setempat, sehingga tarikan dukung-mendukung pun menjadi lebih kuat. Karena itu keterbukaan dan antisipasi sengketa informasi harus disiapkan oleh semua pihak
Demikian disampaikan Edi Purwanto, Ketua Komisi Informasi Jawa Timur) menanggapi tahapan Pilkada yang sudah melaluj masa pendaftaran pasangan calon. Ia mengutip paparan Badan Intelejen Strategis (Bais) TNI di hadapan DPR RI pada 22 Maret 2024 yang mengingatkan perlunya antisipasi dan penanganan terhadap potensi kerawanan Pilkada 2024 yang dapat terjadi dalam bentuk kerusuhan antarkelompok pendukung dan konflik berbasis SARA. “Setidaknya, terdapat 15 provinsi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi, salah satunya Provinsi Jawa Timur,” ungkap Edenk, panggilan akrabnya.
Sebagai bagian antisipasi atau meminimalkan terjadinya gejolak sosial dan agar pelaksanaaan Pilkada serentak 2024 terlaksana dengan jujur dan adil, maka Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur mendorong penyelenggara Pilkada di Jawa Timur maupun badan publik terkait agar memastikan setiap proses atau tahapan Pilkada serentak 2024 benar-benar berjalan transparan/terbuka. “Dengan demikian, masyarakat Jawa Timur menjadi teredukasi dan terbangun masyarakat informatif yang memiliki kesadaran terhadap keterbukaan informasi publik, serta pemerintahan yang terbuka atau open government,” tambahnya.
Edenk juga mendorong Penyelanggara Pemilu di Jawa Timur maupun badan publik terkait lain agar mengumumkan dan menyediakan daftar informasi publik (DIP) tentang Pilkada serentak 2024, baik informasi berkala, informasi tersedia setiap saat, informasi serta-merta, hingga informasi yang dikecualikan, seperti diatur UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Untuk kepentingan permohonan informasi tersebut, masyarakat harus dilaksanakan dengan cara cepat, mudah, dan murah,” jelasnya.
KI Jatim juga mengusulkan pembentukan Desk Pilkada di Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemkab/Pemkot se-Jatim dengan melibatkan lima pihak atau pentahelix, yakni pemerintah, media/pers, akademisi, masyarakat, dan pelaku usaha serta Komisi Informasi pada setiap tingkatan guna menjamin keterbukaan informasi publik. Sementara, masyarakat yang terhambat dalam memperoleh atau mengakses informasi tentang Pilkada dari badan publik, bisa menempuh permohonan penyelesaian sengketa informasi publik melalui Komisi Informasi dengan mekanisme sesuai Peraturan Komisi Informasi (PerKI) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pemilu dan Pemilihan. “Kami meminta segenap stakeholder untuk terus bersama-sama membangun narasi-narasi inklusif demi terciptanya masyarakat informatif dan Jawa Timur kondusif,” imbuhnya.
Edenk juga Mlmeminta para calon, partai pendukung dan para pihak yang berkepentingan dalam pilada agar memiliki komitmen dalam menjaga kondisi yang kondusif aman, damai, dan harmonis. “Kami mengajak masyarakat untuk terus terlibat aktif dalam memantau pelaksanaan pilkada agar bisa berjalan dengan terbuka, sehingga tidak terjadi kecurangan-kecurangan yang berdampak para konflik horizontal,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Pilkada kali ini bersejarah sejak pesta demokrasi digelar secara langsung, dengan melibatkan 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota se-Indonesia. Di Provinsi Jawa Timur, selain penilihan gubernur-Wagub, juga dilaksanakan pemilihan bupati-Wabup dan wali kota-Wawali di 38 kabupaten/kota.(*)