ISHARI yang merupakan singkatan dari Ikatan Seni Hadrah Indonesia, cukup akrab di telinga warga NU dan kaum santri, khususnya di Jawa Timur. Biasanya dalam berbagai acara masyarakat, komunitas ini sering tampil sebagai pengisi acara. Tidak hanya acara tingkat desa, kelompok ISHARI juga bahkan diundang untuk mengisi acara setingkat nasional. Contohnya saat kickoff 1 Abad NU pada Kamis, 28 Agustus 2022 silam di tugu pahlawan Surabaya.
Jam’iyyah Hadrah, demikian nama kumpulan ini pada mulanya, adalah sebuah kumpulan kesenian rebana dengan diiringi bacaan sejarah kelahiran dan perjuangan Nabi Muhammad Saw. Syair dari kitab Maulid Syarof Al-Anam dan kitab Diwan Al-Hadroh, serta paduan gerakan dan bunyian tepuk tangan yang berirama, ditambah bunyi dari alat musik rebana, menjadikan Jam’iyyah ini memiliki kekhasannya tersendiri.
Pada tahun 1918, KH. Abdurrokhim bin KH. Abdul Hadi (1951 M) mendirikan Jam’iyyah ini yang berpusat di Pasuruan, Jawa Timur. Seiring waktu, Jam’iyyah terus berkembang dan bertambah keanggotaannya. Namun, pendiri dari kumpulan ini, yaitu KH. Abdurrokhim tidak berumur panjang, sehingga kepengasuhan Jam’iyyah ini digantikan oleh putra beliau, KH. Muhammad bin Abdurrokhim.
Pada tahun 1956, KH. Muhammad bin Abdurrokhim, bersama dengan Rois ‘Aam PBNU kala itu, KH. Wahab Hasbullah membentuk wadah untuk organisasi ini, sekaligus mendeklarasikan Jam’iyyah Hadrah ini menjadi ISHARI, Ikatan Seni Hadrah Republik Indonesia.
Mulanya, huruf R yang terdapat pada organisasi ini merupakan akronim dari Republik. Bertujuan untuk membentengi organisasi ini agar tidak disusupi oleh gerakan-gerakan komunis. Baru pada tahun 1995, Munas pertama ISHARI di PP. Sunan Drajat, Lamongan menetapkan untuk menghapus kata Republik sehingga menjadi Ikatan Seni Hadrah Indonesia.
ISHARI Dibalik Berdirinya NU
Tidak hanya sebatas komunitas seni musik belaka, ISHARI juga memiliki peranan penting dibalik lahirnya sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia saat ini, yakni Nahdlatul Ulama. Diceritakan bahwa lancarnya musyawarah pembentukan Komite Hijaz tahun 1926 yang menjadi cikal bakal lahirnya NU, adalah salah satunya disamarkan oleh kegiatan hadrah.
Saat rapat tengah berlangsung di ruangan utama, jam’iyyah hadrah mengadakan shalawatan di luar ruangan, agar pemerintah kolonial Belanda tidak curiga bahwa di tempat tersebut, yakni kediaman KH. Abdul Wahab Hasbullah, Surabaya, sedang digelar rapat penting pembentukan komite hijaz. Karena saat itu, kegiatan seperti musyawarah, rapat, dan pertemuan masyarakat lainnya diawasi oleh kolonial, karena takut terjadinya pemberontakan.

Dinamika ISHARI di NU
Meski terbentuknya ISHARI turut diprakarsai oleh Rois ‘Aam PBNU, KH. Abdul Wahab Hasbullah, struktural ISHARI sendiri di organisasi NU mengalami pasang surut yang panjang.
Berawal pada tahun 1961, berkat dukungan dari para ulama ISHARI ditetapkan menjadi organisasi Banomnya NU. Terjadi perubahan pada Muktamar NU ke-30 tahun 1999 di Lirboyo, saat itu ISHARI masuk ke pembinaan LSBNU atau Lembaga Seni Budaya Nahdlatul Ulama. Kemudian pada Muktamar NU ke-31 tahun 2004 di Boyolali, ISHARI berada di bawah binaan JATMAN, Jam’iyah ahlith Thariqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah. Selanjutnya, pada Muktamar NU ke-32 di Makassar, kalimat ISHARI justru lenyap dari AD/ART NU. Hingga pada Muktamar ke-33 di Jombang, ISHARI secara resmi kembali lagi ke Badan otonom NU.
Di tengah sapuan budaya global yang cukup deras melalui media sosial dan teknologi digital, keberadaan ISHARI menjadi penting sebagai pertahanan budaya bagi generasi sekaligus bentuk akulturasi antara agama dan budaya, yang membentuk tradisi Islam khas nusantara. Eksistensi ISHARI sebagai bagian dari badan otonom NU merupakan bukti, bahwa Nahdlatul Ulama masih yang terdepan dalam mempertahankan nilai Islam ahlus sunnah wal jama’ah sekaligus menjaga tradisi budaya nusantara di era baru, peraradaban digital. (*)




