OPINI  

Obituari: Abdullah Wong dan Pentas Esai Gus Dur yang Tertunda

Oleh Hamzah Sahal, Sekretaris Lembaga Ta’lif Wan Nasyr PBNU, Direktur NU Online.

Hari Ahad kemarin, sehari sebelum Idul Adha, saya mampir rumah teman saya ini bersama Naafi. Namanya, Abdullah Wong, budayawan, pemain teater ternama, pengurus Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia atau Lesbumi PBNU.

Saya dan Naafi mandi segala di rumah kecil itu, rumah petak, kontrakan, dan shalat zuhur di. Kami Kangen-kangenan sebentar. Dia cerita anaknya yang baru semester 4 di Fak Hukum Universitas Indonesia, masuk dengan beasiswa. Anak perempuan pertamanya ini alumni Pesantren Mahasina Pondok Gede, Bekasi. Dia cerita bahwa baru sampai rumah pagi tadi dari anter anaknya ‘mesantren’ di Maslakul Huda, Kajen, Pati, pesantren Kiai Sahal yang sekarang diasuh putranya Gus Rozin dan Mba Tutik N. Janah. “Subuh tadi aku datang dari sana,” katanya. Lalu saya cerita anak juga.

Lalu, tidak biasa-biasanya saya mengajak berdoa untuk anak-anak. Ini saya lakukan mungkin karena Wong adalah orang yang sadar “adegan-adegan”, karena dia seorang aktor teater. Sekali lagi, tidak biasa betul aku ngajak berdoa.

Lalu saya mengajak bicara angan-angan menampilkan dia dalam sebuah pertunjukkan kecil, yaitu membaca esai-esai Gus Dur yang berisi cerita-cerita para kiai. Ini ide yang sudah lama saya sampaikan ke dia. Mungkin setelah dia membacakan cerpen Shalawat Badar karya Ahmad Tohari di PBNU, ketika acara pidato kebudayaan Ahmad Tohari yang diadakan NU Online, mungkin 2013.

Setiap saya bertemu pasti saya sampaikan gagasan itu. 3-4 kali saya obrolkan itu sama dia. Kemarin ngobrol itu juga.

“Ayo, kita pentaskan di Kajen tempat anakmu nyantri. Di sana kita baca esai tentang Kiai Sahal, dan kiai-kiai pantura. Kita pentaskan di Bumi Cendekia, tempat anakku nyantri, kita bacakan esai tentang Kiai Ali Maksum, kita pentaskan di Jombang, kita bacakan esai-esai tentang kiai jombang,” begitu saya bilang ke dia. Dia mantuk-mantuk, sumringah.

Tetapi terus terang saja, aku merasa hubungan pertemananku dengan dia “merenggang” oleh sebab yang saya tidak tahu. Hal ini saya sampaikan ke Mas Jadul Maula, Ketua Lesbumi PBNU, karib Wong. Saya kirim pesan itu, 2 jam sebelum kabar Istri Mas Jadul, Mbak Sus, wafat di tanah suci, sambil mengirimkan foto selfi saya bersama Wong tadi.

Saya kirimkan pesan dan foto itu juga ke Susi Ivvati, kolega di Alif(dot)id. Saya ketemu susi seminggu ini dua kali, dengan Savic Ali juga dan beberapa kawan. Saya sampaikan ke Susi ide pembacaan esai tentang kiai karya Gus Dur itu, dengan Abdullah Wong sebagai penampil utamanya.

Eh, Ya Allah, Tuhan berkehendak lain. Kabar kayak ‘gledeg’ itu datang jelang magrib, sabtu ini. Abdullah Wong wafat, pulang ke Rahmatullah, sebelum rencana pentas esai Gus Dur disiapkan matang. Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

Jakarta, 22 Juni 2022