AICIS  

Memahami Jihad dengan Pandangan Baru

Surabaya, Jurnal9.tv – Sesi ketiga paralel menjadi kegiatan terakhir Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 sebelum penutupan pada Kamis (04/05/2023) malam. Salah satu tema yang sangat menarik pada sesi ketiga ini adalah “Reinterpretation of Jihad and War” atau Reinterpretasi Jihad dan Perang.

Pada sesi ini terdapat tiga panelis yang mempresentasikan jurnal mereka. Panelis pertama adalah Agus Salim, MA dengan makalahnya yang berjudul “Rethinking Fiqh for Non Violent Religious Practices”. Jurnal ini membahas mengenai penafsiran ulang tentang memaknai fundamentalisme dan radikalisme dalam moderasi beragama.

Panelis kedua adalah Farit Afrizal dengan judul  “Sword Verse and Its Implication for The Formulation of Fiqh Jihad”. Ia membahas mengenai ayat-ayat pedang dan immplikasinya dalam pembentukan fikih jihad.

Jurnal  ketiga berjudul Rethinking Fiqh Perang: Antara Diplomasi, Damai dan Perang yang ditulis oleh Miski.

Dalam presentasinya, Agus Salim menceritakan bahwa kerap kali seseorang menghasut orang lain untuk melakukan tindakan radikal dengan mengiming-imingi surga dan sebagainya. Menurutnya agama memiliki potensi untuk mengguncang tatanan yang sudah ada. Gerakan fundamentalisme mulai berkembang dari sekelompok orang kristen yang menganggap perlunya menjalankan kehidupan dengan kembali secara penuh kepada bibel.

Namun, sebenarnya gerakan ini sudah ada sejak zaman Yunani. Agus Salim memberi catatan bahwa tidak semua yang bersifat fundamentalis merupakan tindakan orang fundamentalis. Begitu juga tidak semua tindakan kekerasan dilakukan sebab paham fundamentalis.

Farit Afrijal di dalam mengatakan pembahasan mengenai ayat pedang ini penting karena ayat-ayat inilah yang biasanya digunakan oleh para ekstrimis sebagai dasar untuk melancarkan aksinya. Beberapa ulama pertengahan memandang bahwa ayat pedang telah menaskh (mengganti) banyak ayat yang memerintahkan perdamaian.

Farit Afrijal berpesan “Alquran itu  sangat elastis, jadi penafsirannya sangat bergantung orang yang memahaminya. Sehingga pemahaman seseorang akan sangat bergantung pada ideologinya, bagaimana kondisi sosial dan sebagainya”.

Sedangkan Miski  mengungkapkan bahwa perang akan bisa dicegah dengan diplomasi. “Perang itu bisa dicegah dengan diplomasi. Terjadinya perang karena buruknya diplomasi. Itu  yang terjadi antara Korea  Utara dan Korea Selatan”.

Miski mencontohkan bagaimana Nabi pernah mengirimkan pesan diplomasi kepada berbagai negara, sedangkan Nabi berperang hanya dalam rangka melindungi diri. Contoh lain adalah ketika nabi sampai di Madinah, Beliau berdiplomasi yang kemudian dikenal dengan piagam madinah.

Hasil diskusi ini akan disusun rekomendasi untuk kemudian ditindaklanjuti. (muk/swp/snm)