Surabaya, Jurnal9.tv – 10 Muharam bagi Sebagian masyarakat Indonesia identik dengan hari raya anak yatim. Bagi masyarakat muslim, Muharam termasuk salah satu momentum mulia karena menjadi bulan pembuka tahun baru Islam.
Di hari asyura ini, ada begitu besar perhatian Allah SWT, perhatian Nabi Muhammad SAW kepada anak yatim piatu.
Dalam surat Al-Ma’un ayat 1 – 2 dijelaskan:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”
فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
“Itulah orang yang menghardik anak yatim”
Dalam ayat di atas, Salah satu orang yang mendustakan agama yaitu orang yang menyia-nyiakan anak yatim. Artinya, seseorang yang menolak dengan keras dan tidak mau memberikan yang seharusnya ia terima.
Kita yang masih diberikan oleh Allah rezeki yang cukup, selayaknya memberikan sedikit rezekinya untuk membagikan kepada yang membutuhkan, terutama pada 10 Muharram yaitu membagikan hartanya kepada anak yatim.
Barangsiapa yang menelantarkan anak yatim juga digolongkan sebagai orang munafik.
“Jika sudah munafik maka di mata Allah dianggap asfala saafilin yaitu serendah-rendahnya manusia,” tegas beliau.
Beliau mengisahkan, sebagai utusan Allah SWT di muka bumi, menjadi Nabi terakhir dan mengajarkan begitu banyak kebaikan pada umatnya, Rasulullah SAW kelak jadi orang pertama yang masuk surga. Rupanya dari sebuah riwayat, saat Nabi Muhammad berada tepat di depan pintu surga, beliau bertemu seorang perempuan.
Dari Abu Hurairah Abdurraman Sakhir, Rasulullah SAW bersabda, Aku adalah orang yang pertama kali masuk surga, namun tiba-tiba ada seorang ibu yang menyalipku. Lalu aku bertanya padanya “Kenapa kamu begitu, dan siapa kamu?”. Ibu tersebut menjawab “aku adalah ibu yang mengurus anak yatim yang ditinggalkan suamiku.
“Iming-iming Rasulullah dalam sebuah hadis, kedekatan Rasulullah SAW dengan orang yang memelihara anak yatim di surga bagaikan jari telunjuk dan jari tengah.”
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
“Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya serta merenggangkan keduanya.” (H.R Imam Bukhori)
Dilansir dari Youtube NuOnline, Mustasyar PWNU Jawa Tengah Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf atau yang lebih dikenal dengan Habib Syech meminta agar acara santunan kepada anak yatim dilakukan secara tertutup, tidak dengan terbuka. Hal ini perlu dilakukan guna menjaga hati dan mental mereka supaya tidak rendah diri dan malu.
Beliau tidak mau kalau sampai anak yatim dipamer-pamerkan dan membuat mental mereka down dengan pemberian ini.
Menurut beliau, anak yatim mestinya dididik. Kata Rasulullah SAW “ana wakāfilul yatīm fil jannah hākadza, saya dan orang yang mengurusi anak yatim itu berdampingan, gandengan di surga nanti,” ungkapnya.
Menurut Habib Syech, mengurus anak yatim bukan sebatas memberi pesangon tiap tahun kepada mereka. “Mengurusi ini bukan dengan memberi amplop saja, dididik mereka, diajar Quran, diajar ilmu, supaya nanti dia besar bisa bekerja, bisa membantu orang tuanya dan bisa hidup seperti orang-orang lain hidup, dan itu yang penting.”
Menurutnya jika dibagikan satu-satu, masing-masing keluarga membawa amplop, lalu mengusap satu-persatu anak di panggung akan kurang elok. (aaf/snm)