Putusan MK, Kewenangan Bawaslu semakin Diperkuat dalam Pilkada

Surabaya, jurnal9.tv -Kabar baik bagi dunia penyelenggara pemilu. Keberadaan Bawaslu semakin diperkuat setelah Mahkamah Konsitusi (MK) memutuskan bahwa Bawaslu bisa memutus pelanggaran administrasi dalam Pilkada, pada Rabu, 30 Juli 2025.

Putusan MK yang tertuang pada nomor 104/PUU-XXIII/2025 itu menyebut frasa “rekomendasi” dalam Pasal 139 harus dimaknai sebagai “putusan”. Sementara frasa “memeriksa dan memutus” pada Pasal 140 Undang-undang Pilkada menjadi “menindaklanjuti putusan.”

Dalam pertimbangannya, MK menyampaikan bahwa penanganan pelanggaran administrasi berupa rekomendasi memosisikan penanganan pelanggaran hanya bersifat formalitas prosedural karena yang dilakukan oleh Bawaslu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. MK memandang untuk mewujudkan pilkada yang berintegritas diperlukan dasar hukum yang pasti.

Apalagi menurut MK bahwa posisi Pemilu dan Pilkada berada di rezim yang sama sehingga MK harus menempatkan dan memosisikan penegakan hukum pelanggaran pemilu oleh Bawaslu memiliki kekuatan hukum yang mengikat, baik bagi penyelenggara pemilu maupun bagi peserta pemilu.

Dikonfirmasi secara terpisah, Koordinator Divisi Hukum dan Diklat Bawaslu Jatim, Dewita Hayu Shinta menyambut baik putusan MK tersebut.

”Putusan MK ini menjadi angin segar bagi penegakan hukum Pemilu/Pemilihan karena memberikan kepastian hukum pada setiap hasil penanganan pelanggaran administrasi di Bawaslu. Putusan ini juga menghentikan perdebatan tentang tindaklanjut hasil penanganan pelanggaran administrasi di Bawaslu yang wajib ditindaklanjuti oleh jajaran KPU. Dengan demikian putusan ini sekaligus memperkuat kewenangan Bawaslu sebagai penegak keadilan Pemilu. Putusan ini juga menegaskan standing point Mahkamah bahwa tidak ada lagi pemisahan antara rezim Pemilu dan rezim Pilkada,” ungkapnya

Lebih dalam, Alumni Universitas Brawijaya tersebut mengungkapkan bahwa putusan MK juga akan berdampak terhadap aturan-aturan lainnya di dunia penyelenggara pemilu.

”Putusan MK ini berkonsekuensi adanya perubahan pada peraturan perundang-undangan, mulai dari UU Pemilihan beserta turunannya termasuk Perbawaslu Penanganan Pelanggaran Administrasi. Dengan perubahan klausul “rekomendasi” menjadi “putusan”, maka proses penanganan pelanggaran administrasi di Bawaslu semestinya juga perlu adanya perubahan. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi para pembuat kebijakan,” pungkasnya.