Pesan Kemerdekaan dari Gerakan Nurani Bangsa

Demokrasi dan Fondasi Kebangsaan Menuju Indonesia Yang Adil dan Sejahtera

Jakarta, jurnal9.tv -Dalam menyambut kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, beberapa tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurasi Bangsa menyampaikan pesan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia. Berikut pesannya.

Perjalanan negara bangsa Indonesia tahun ini memasuki usia 80 tahun. Negara kepulauan dengan keragaman budaya, adat istiadat, agama serta kekayaan alam yang diikat oleh cita – cita bersama, menuju negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan Makmur. Meski tidak mudah, Indonesia terus bergerak maju. Perubahan sistem politik, pemerintahan, sistem ekonomi,  pembangunan serta hukum menunjukan dinamika komitmen bersama rakyat Indonesia untuk terus berjalan sesuai dengan cita – cita kemerdekaan.

Selama delapan dekade, banyak perubahan dan perbaikan terjadi. Pemenuhan hak dasar warga seperti Pendidikan, kesehatan, perumahan, pekerjaan yang layak  dirasakan oleh warga negara. Infrastruktur publik sebagai jalan kesejahteraan dan pembangunan sudah bertambah banyak dan mampu menghubungkan pusat – pusat pertumbuhan ekonomi. Di bidang demokrasi dan pemerintahan, sebagai koreksi pelaksanaan pemerintahan orde baru,  daerah diberi kewenangan lebih besar, rakyat bisa memilih secara langsung wakil dan pemimpinnya serta pembatasan masa jabatan presiden dan jabatan publik lainnya.

Namun di balik itu semua, masih banyak catatan dan tantangan yang harus dihadapi. Indonesia saat ini berada pada situasi kemunduran yang kompleks dan saling terkait antara ranah pemerintahan, politik, hukum, ekonomi, kesejahteraan, kesetaraan warga negara, hak asasi manusia serta beberapa ranah sosial kemasyarakatan lainnya. Dinamika yang terjadi menunjukkan bahwa persoalan-persoalan mendasar di bidang tersebut tidak lagi berdiri sendiri, melainkan membentuk ekosistem masalah yang berkelindan dan berpengaruh pada arah demokrasi serta keberlanjutan cita – cita kemerdekaan.

Dua dekade pasca-reformasi, demokrasi Indonesia menghadapi tantangan serius. Demokrasi yang menuntut etika politik, kelembagaan yang sehat dan partisipasi publik yang bermakna hanya menjadi prosedur demokrasi belaka, terjadi kemunduran substansi. Pemilihan umum yang diselenggarakan secara berkala tidak mencerminkan kompetisi ide, visi dan mimpi bersama yang sehat.  Transaksional dan rakyat ditempatkan sebagai obyek suara lima tahunan. Politik representasi termasuk partai politik kehilangan kepekaan dan keberpihakan sosial. Institusi yang semestinya menjadi penopang demokrasi mengalami pelemahan peran.

Persoalan diatas juga diperparah dengan hilangnya nilai kepatutan dan etik yang ditunjukkan oleh elit penyelenggara negara. Berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) 2025 mengenai Indeks Demokrasi 2024, Indeks Demokrasi Indonesia mencapai skor 6,44 dari skala tertinggi 10 dan dikategorikan sebagai demokrasi cacat (flawed democracy)
Kondisi penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia juga tidak jauh berbeda. Hukum kerap kali digunakan sebagai instrumen untuk mengamankan kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu yang melemahkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia sekaligus menghadirkan keadilan warga negara.  Diskriminasi kehidupan beragama masih kerap terjadi, terutama pada kelompok rentan dan minoritas. Perempuan sebagai ibu bumi juga terdampak oleh situasi krisis ini.  Marginalisasi politik perempuan terjadi karena praktik  politik uang, ekspansi industri ekstraktif sehingga banyak yang kehilangan lahan, kawin anak, migrasi, prostitusi, serta koyaknya kohesi sosial yang dijaga Perempuan.
Kondisi ini diperburuk oleh melemahnya peran dan ruang gerak masyarakat sipil sebagai pengawal demokrasi dan HAM. Tekanan terhadap Lembaga – lembaga keagamaan, organisasi masyarakat sipil, media serta ruang partisipasi kritis semakin nyata, termasuk di dunia pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi pilar pengetahuan kritis.

Kesejahteraan Indonesia juga masih menjadi persoalan yang pelik meskipun banyak indikator ekonomi makro mengalami perbaikan. Pertumbuhan ekonomi tidak otomatis menjamin peningkatan kesejahteraan rakyat terutama pelaku ekonomi mikro dan kelompok rentan. Ketimpangan pendapatan yang tinggi dan dominasi ekonomi pada segelintir orang yang mengendalikan sektor ekstraktif dan properti memperburuk situasi yang ada.  Dampak lain yang terjadi adalah kerusakan lingkungan, konflik masyarakat adat dan agraria karena semakin jauhnya praktik – praktik keadilan ekologis.

Bank Dunia mencatat bahwa tingkat kemiskinan Indonesia yang masuk kategori negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country ) pada tahun 2024 sebesar 60,3% dari total jumlah penduduk atau setara 171,8 juta jiwa. Sementara BPS pada periode yang sama mencatat sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa. Ketimpangan semakin lebar, tahun 2004 Gini ratio Indonesia 0,32 sementara tahun 2024 mencapai 0,387.

Lebih jauh, regulasi dan birokrasi yang kaku menjadi hambatan utama bagi pengembangan ekonomi mikro dan sektor informal masyarakat. Program-program yang idealnya dapat memberdayakan UMKM dan koperasi seringkali bersifat parsial dan tidak menyentuh akar masalah, sehingga tidak mampu mendorong kenaikan kelas ekonomi masyarakat. Pendekatan top-down (atas-bawah) yang dominan selama ini dijalankan kurang mampu menjawab kompleksitas permasalahan ekonomi mikro yang berakar pada budaya, psikologi, dan ketimpangan kekuasaan.

Kemajuan teknologi dan derasnya arus globalisasi tak jarang menjauhkan masyarakat dari akar kebudayaannya sendiri. Kebudayaan, yang seharusnya menjadi fondasi utama dalam menata kehidupan kolektif, kerap direduksi menjadi sekadar hiasan simbolik atau komoditas pasar semata. Dalam praktiknya, ekspresi kebudayaan di berbagai ruang publik semakin dikontrol dan dimanipulasi sesuai dengan selera kekuasaan dan pasar. Hal ini berdampak pada terpinggirkannya nilai-nilai luhur dan pemiskinan makna atas praktik budaya.

Padahal sejarah mencatat bahwa kebudayaan memiliki daya hidup yang luar biasa. Ia mampu melahirkan kesadaran, membentuk identitas kolektif, dan menggerakkan perubahan sosial. Kebudayaan memegang peran strategis dalam membentuk arah berpikir, struktur nilai, dan identitas kolektif suatu bangsa. Bukan sekadar warisan masa lalu atau elemen estetis, melainkan sistem makna yang menopang cara masyarakat memaknai dirinya, berelasi dengan sesama, serta memahami posisinya dalam semesta. Kebudayaan menjadi kerangka hidup bersama yang menyentuh berbagai aspek: mulai dari etika publik, ekspresi politik, hingga keberlanjutan ekologis.

Namun, dalam realitas kontemporer, fungsi strategis kebudayaan mengalami tekanan serius. Perubahan sosial yang cepat, disrupsi teknologi, dan dominasi logika pasar telah mendorong kebudayaan ke arah instrumentalisasi. Nilai-nilai budaya direduksi menjadi komoditas yang dikonsumsi secara instan atau menjadi alat legitimasi kekuasaan. Akibatnya, kebudayaan kehilangan kapasitasnya sebagai medium refleksi kritis sekaligus sumber perubahan sosial yang otentik.

Tekanan ini diperparah oleh iklim sosial-politik yang semakin represif terhadap ekspresi budaya yang bebas dan kritis. Beberapa gejala utama yang saling menguatkan antara lain Pembatasan kebebasan berekspresi, Penyeragaman cara berpikir, Manipulasi teknologi komunikasi. Situasi ini semakin kompleks dengan hadirnya konglomerasi media. Pemusatan kekuasaan informasi ke tangan segelintir pemilik yang berkait kelindan dengan kekuatan ekonomi dan politik.

Gerakan Nurani Bangsa sebagai gerakan etis dan non-partisan untuk memperkuat utas cita Indonesia meyakini perlunya upaya khusus untuk merawat bangsa dan negara Indonesia, utamanya saat 80 tahun Indonesia sebagai negara berdaulat dan Merdeka. Melihat latar belakang di atas dan kondisi saat ini serta harapan akan Indonesia yang lebih baik, Gerakan Nurani Bangsa menyampaikan delapan pesan kemerdekaan, sebagai berikut ;
1. Demokrasi sebagai manifestasi ‘dari, oleh, dan untuk rakyat’ merupakan hal mendasar dalam menjaga dan menata kehidupan bersama berbangsa dan bernegara di tengah masyarakat kita yang majemuk. Demokrasi Indonesia harus didasarkan pada supremasi sipil, etika politik, sistem dan aturan yang baik serta tumbuhnya ruang untuk aktor-aktor politik yang memiliki integritas, kapasitas, dan komitmen kuat terhadap pemenuhan, perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia. Termasuk diantara melakukan Upaya kemanusian terkait situasi khusus di Papua.
2. Presiden dan aparat penegak hukum harus memastikan setiap bidang penyelenggaraan negara bebas dari praktik korupsi dan benturan kepentingan (kolusi/nepotisme) Hukum harus benar-benar digunakan untuk penegakan keadilan sebagai fondasi utama demokrasi.
3. Presiden dan jajarannya memastikan setiap produk hukum, kebijakan negara yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak didasarkan pada konstitusi, visi bersama bangsa Indonesia serta tidak terjebak pada kepentingan kelompok, institusi atau kepentingan sesaat yang merusak sendi-sendi kehidupan bernegara.
4.  Di sektor ekonomi dan kesejahteraan, Presiden dan jajarannya perlu memastikan perubahan paradigma, sehingga pendekatan kebijakannya lebih strategis, inklusif dan berbasis bukti. Pendekatan ekonomi dari bawah (bottom-up) yang melibatkan komunitas dan dukungan teknokrat kredibel perlu dilakukan untuk meningkatkan relevansi dan dampak program – program kesejahteraan serta kelestarian lingkungan yang adil.
5. Perbaikan program  dan kebijakan negara seperti reformasi sistem perpajakan yang adil dan progresif, penguatan dan perlindungan usaha rakyat berskala kecil dan menengah termasuk koperasi berbasis riset yang mendalam serta penegakan hukum terhadap pinjaman online dan judi online yang sudah merugikan potensi sosial ekonomi masyarakat  secara massif.
6. Kebudayaan memegang peran strategis dalam membentuk arah berpikir, struktur nilai, dan identitas kolektif suatu bangsa. Pemerintah meskipun bukan aktor utama dalam menentukan arah budaya, tetapi memiliki tanggung jawab penting sebagai penjamin ruang berekspresi dan pelindung hak-hak budaya warga negara.
7. Media dan jurnalis adalah pilar demokrasi. Memiliki peran penting menyampaikan fakta Media dan jurnalis adalah pilar demokrasi. Memiliki peran penting menyampaikan fakta serta menyediakan ruang artikulasi bagi ekspresi sosial politik dan budaya warga negara.serta menyediakan ruang artikulasi bagi ekspresi social politik dan budaya warga negara. Negara harus memastikan dan menjamin ruang kebebasan pers serta keselamatanNegara harus memastikan dan menjamin ruang kebebasan pers serta keselamatan      jurnalis sebagai aktor perubahan dan peradaban.jurnalis sebagai aktor perubahan dan peradaban.
8. Menjaga dan menguatkan upaya – upaya kolektif yang memampukan seluruh elemen bangsa mengambil peran aktif dalam menjaga dan menguatkan kualitas demokrasi. Upaya Bersama yang didasarkan pada kesadaran serta partisipasi aktif dan kritis pada organisasi masyarakat sipil, organisasi keagamaan, media, pelaku usaha, pelaku seni budaya, Perempuan, partai politik, perguruan tinggi dan aktor non negara lainnya

Dengan kesadaran kolektif, komitmen bersama dan iktikad yang baik untuk selalu memperbaiki kehidupan bangsa dengan berlandaskan Pancasila dan cita-cita kemerdekaan, niscaya Indonesia akan dapat mewujudkan negara bangsa yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur

Jakarta, 14 Agustus 2025

Gerakan Nurani Bangsa digerakkan oleh  
Ibu Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M. Quraish Shihab, KH. Ahmad Mustofa Bisri,Ibu Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, KH. Ahmad Mustofa Ignatius Kardinal Suharyo, Omi Komariah Nurcholish Madjid, Franz Magnis Suseno SJ,Bisri,  Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, Omi Komariah Nurcholish Madjid, Romo Frans MagnizMuhammad Amin Abdullah, Bhikkhu Pannyavaro Mahathera, Alissa Q Wahid, Lukman HakimSuseno SJ, Prof. Dr. Amin Abdullah, Bhikkhu Pannyavaro Mahathera, Alissa Q Wahid, Lukman Saifuddin, Karlina Rohima Supelli, Pdt Jacky Manuputty, Pdt Gomar Gultom, A Setyo WibowoHakim Saifuddin, Karlina Rohima Supelli, Pendeta Jacky Manuputty, Pendeta Gomar Gultom,
SJ, Erry Riyana Hardjapamekas, Eri Seda, Laode Moh Syarif, Makarim Wibisono, KomaruddinRomo A Setyo Wibowo SJ, Erry Riyana Hardjapamekas, Eri Seda, Laode Moh Syarif, Makarim Hidayat, Slamet RahardjoWibisono, Komaruddin Hidayat, Slamet Rahardjo