Mahasiswa KKN UIN SUKA Fasilitasi Petani Monggol Atasi Gangguan Monyet Ekor Panjang

Yogyakarta, jurnal9.tv -Mahasiswa Kuliah Kerja.Nyata (KKN) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Rabu (23/7) menggelar forum dialog dan sosialisasi bagi warga dan petani Kelurahan Monggol, Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul untuk menghadapi gangguan monyet ekor panjang yang menyerang lahan pertanian warga. Forum inisiatif ini mempertemukan warga dan petani, perangkat desa dengan Kepala Bidang Konservasi dan Kerusakan Lingkungan Dinas lingkungan hidup (DLH) Kabupaten Gunungkidul, Hana Kadaton Adinoto, SP, MP.

Fuji Gilang Rahmatullah,
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, salah satu peserta KKN di desa Monggol mengatakan pihaknya menggelar acara ini didasari aspirasi warga Dusun Monggol khususnya petani yang selama ini resah dengan gangguan monyet ekor panjang yang merusak ladang bahkan membuat petani rugi hampir setengah lebih dari hasil keseluruhan panen dalam setiap tahunnya. Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga dinilai warga kurang memberikan perhatian. “Keterangan para petani di Saptosari, sejak 10 tahun terakhir ini, keberadaan populasi monyet ekor panjang semakin bertambah setiap bulannya,” lanjut mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam, Angkatan 2022 ini.

Sementara itu, Katiyo, salah satu petani di Dusun Monggol, menuturkan 4 tahun lalu warga sempat berinisiatif mengundang Orang Badui untuk menangkap monyet ekor panjang. Usaha ini, lanjutnya berhasil signifikan mengurangi jumlah populasi monyey, dari ratusan hingga tersisa belasan saja. “Akan tetapi seiring berjalannya waktu, populasi monyet kembali bertambah, seiring tidak adanya penanganan, termasuk dari dinas pemerintah terkait yang menyebabkan para petani kesal akibat merugi dalam setiap kali panen tiba,” jelas Katiyo.

Terhadap masalah ini, Kepala Bidang Konservasi dan Kerusakan Lingkungan Dinas lingkungan hidup (DLH) Kabupaten Gunungkidul, Hana Kadaton Adinoto, SP, MP menjelaskan pada dasarnya penyebab serangan hama monyet ekor panjang adalah manusia. Dia menyebut pembangunan infrastruktur seperti Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS), pemukiman, hingga pembangunan tempat wisata menyebabkan rusaknya kawasan hutan yang menjadi habitat monyet ekor panjang. “Salah satu tantangannya, hingga saat ini Kementerian Pertanian RI masih belum memasukkan monyet ekor panjang ini sebagai hama sehingga tidak bisa dibasmi sebagaimana petani membasmi hama” ungkapnya.

Namun, pihak Dinas Lingkungan hidup menawarkan solusi dengan melakukan sterilisasi monyet jantan, pemberian makanan khusus seperti pisang batu dan bluberry, perbaikan habitat, memberikan racun timex atau racun babi, hingga ekspor untuk diperjualbelikan. Solusi yang ditawarkan tampaknya tidak memuaskan warga dan petani yang menjadi korban. Menurut warga, solusi itu sudah pernah dicoba oleh warga dan tidak membawa hasil. “Setiap hari, para petani berjaga-jaga di ladang masing-masing, hingga bermalam, demi menjaga tanamannya, sebagaimana Jagung, singkong, kacang-kacangan dan tanaman lainnya agar tidak lenyap begitu saja. “Belum lagi ketika musim panen, kecemasan para petani semakin bertambah karena khawatir hasil panen yang tidak sesuai dengan ekspetasi,” tambah perwakilan warga.

Sementara itu, Sekretaris Desa Kelurahan Monggol, Bayu Dwiatmaka Wardhani, SE mengatakan para petani sudah berusaha semaksimal mungkin dengan membuat jaring, suara atau bunyi-bunyian yang keras sebagaimana meriam buatan yang diisi karbit atau minyak sehingga mengeluarkan bunyi yang sangat keras. Tetapi, lanjut Bayu ragam cara itu hanya bersifat sementara dan semakin ke sini monyet ekor panjang sudah tidak takut lagi dengan hal semacam itu. “Karena belum ada solusi hingga saat ini, maka para petani mendesak pemerintah membuat kebijakan yang utuh, yakni memberikan perlindungan kepada petani dari gangguan monyet ekor panjang sambil memberi perlindungan pada habitat hewan tersebut,” tambahnya. (*)